Apa Beda Stunting dan Gizi Buruk?

AZ - Rabu, 13 Maret 2019 19:37 WIB
ilustrasi undefined

Halopacitan, Pacitan— Kabupaten Pacitan tidak lepas dari masalah stunting. Kepala Dinas Kesehatan Pacitan, dr Eko Budiono, MM, usai kegiatan Rembug Stunting di Gedung Karya Darma, Selasa (05/03/2019) lalu mengatakan jumlah anak dengan fisik sangat pendek di Pacitan mencapai 1.636 orang. Sedangkan kategori pendek angkanya mencapai 2.662 orang. Data tersebut meliputi usia lima tahun ke bawah.

“Bisa disebut stunting jika dialami anak berusia dua tahun ke bawah. Kita asumsikan sepertiga dari jumlah itu mengalami stunting. Itu yang akan kita intervensi,” papar Kepala Dinas Kesehatan Pacitan, dr Eko Budiono.

Secara umum, lanjut Eko, persentase penderita stunting di Pacitan baru berada di angka 24 persen. Hal tersebut relatif masih aman. Pasalnya, menurut pedoman pemerintah yang mengacu ketentuan WHO, angka di bawah 30 persen termasuk kategori ringan.

Kendati tak mengkhawatirkan, namun Pemkab Pacitan tak mau berpangku tangan. Di sela sambutan, Bupati Indartato mengajak jajarannya serius menangani kasus tersebut. Salah satunya dengan meningkatkan akses pangan dan gizi.

Sebenarnya ada perbedaan antara stunting dan anak gizi buruk. Dokter spesialis anak dari Siloam Hospitals Bogor, dr Melisa A, MBiomed, SpA mengatakan, stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama.

"Stunting lebih kepada kurangnya tinggi badan dibandingkan pada usia yang sama yang biasa umum terjadi pada anak balita," tutur dr Melisa dalam rilisnya Selasa (13/03/2019).

Menurut dr Melisa, awal terjadinya stunting disebabkan oleh gizi buruk karena kurangnya asupan gizi yang sesuai tubuh, yang mengakibatkan kurang tingginya anak pada usia yang sama sekitar (kurang 2 cm) berdasarkan standardisasi WHO dan dikuti dengan berat badan yang kurang dari standar pada anak umumnya. "Jadi stunting ini adalah akibat dari gizi buruk yang berkepanjangan," ujar dia.

Adapun guna turut membantu meningkatkan kualitas hidup dan sinergi layanan masyarakat, khususnya pasien anak yang mengidap stunting, Siloam Hospitals Bogor senantiasa terbuka dalam melayani keluhan ataupun konsultasi dari keluarga mengenai buah hatinya.

"Kami berharap dapat terus membantu meningkatkan kualitas hidup dan sinergi layanan masyarakat, khususnya pasien anak yang mengidap stunting. Siloam Bogor dapat memberikan pelayanan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan menjadi pilihan terpercaya, khususnya di wilayah bogor," tutur Direktur Eksekutif Siloam Hospitals Bogor Liediawaty Siahaan.

Pihak Siloam Hospitals Bogor turut serta menanggulangi kasus stunting melalui pemeriksaan secara berkala kepada ibu hamil. Pemberian nutrisi dan juga pada saat proses persalinan baik secara normal maupun sesar selalu menyarankan untuk melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) pada sang ibu.

"Karena IMD merupakan starting awal untuk penetrasi eksklusif pada bayi," papar Direktur Eksekutif Siloam Hospitals Bogor Liediawaty Shahaan menjelaskan. Ditambahkan Liediawaty Shahaan, di daerah Bogor terdapat sekitar 2 dari 10 anak mengalami stunting setiap bulan.

Dr Melisa menambahkan, gizi buruk bisa dicegah dengan memberikan ASI eksklusif dan saat usia mulai enam bulan harus diberi asupan makanan pendamping ASI yang sesuai dengan tinggi protein, karbohidrat dan lemak sampai anak mulai mengonsumsi makanan padat.

Pemerintah saat ini sedang menggalakkan program 1000 hari kehidupan yang dimulai dari usia kandungan sembilan bulan sampai usia dua tahun. Oleh karena itu, asupan nutrisi merupakan hal penting yang sesuai diberikan dengan kebutuhan sang bayi. Tambahan vitamin dan zat besi selama masa kehamilan termasuk hal utama bagi sang ibu.

Perkara stunting sedang marak dibicarakan. Kasus stunting di Indonesia berada di urutan kedua setelah Laos untuk wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia pada tahun 2012, kurang lebih 8 juta anak usia balita mengalami stunting, yang dalam persentasi sekitar 37,2 persen atau satu dari tiga anak usia balita.

Bagikan

RELATED NEWS