Kotak Akik Mengakhiri Perantuan Yusuf

AZ - Senin, 18 Februari 2019 15:36 WIB
Yusuf Khoirunnisa sedang membuat tempat perhiasan undefined

Halopacitan, Pacitan—Pria lulusan SMP bernama Yusuf Khoirunnisa ini memutuskan untuk membuat kotak yang digunakan untuk tempat batu akik dan tempat perhiasan emas. Usaha yang dirintisnya sejak 2015 lalu secara perlahan mulai mendapatkan posisi yang semakin kuat.

Warga RT 03/ RW 04, Dusun Krajan Kidul, Desa Ponggok, Kecamatan/Kabupaten Pacitan ini mengaku awalnya memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di sebuah toko pakaian sejak 2008.

"Kalau melihat orang pulang merantau dari Jakarta itu baunya wangi, dandannya rapi, bersih, itu yang menjadikan saya tertarik untuk merantau. Akhirnya lulus SMP 2008 saya merantau ke Jakarta dan bekerja di toko pakaian," ungkapnya, saat ditemui Halopacitan, di sela-sela membuat tempat perhiasan, Senin (18/02/2019).

Namun, setelah bertahun-tahun merantau di Jakarta pada 2015 dia kembali ke kampung halaman. Dia mencoba belajar dari Ayahnya yang sebelumnya bekerja ikut orang membuat kotak perhiasan. Dan ketika sudah bisa ayahnya pun keluar dari perusahaan tersebut dia membuka usaha sendiri dengan modal awal Rp2 juta.

Dari modal tersebut, hanya cukup untuk membuat kotak akik sekitar 50-60 biji, yang kemudian dipasarkannya ke toko-toko perhiasan yang ada di Jakarta. Setelah laku ia pun menambah jumlah kotak akik yang dibuatnya, bahkan ia juga telah memperkerjakan warga sekitar Desa Ponggok untuk bekerja dengannya.

"Awalnya saya hanya mencoba saja setelah Bapak keluar dari pekerjaannya dan bisa membuat sendiri. Saya belajar sekitar tiga bulan dan sudah bisa menguasai pembuatannya serta mencari pesanan ke toko-toko, alhamdulillah bisa membuat usaha sendiri," terangnya.

Membuat kotak perhiasan bukanlah mudah karena butuh ketelatenan dan kehati-hatian. "Kalau yang sering bekerja kasar mungkin sulit, tapi kalau yang telaten biasanya cepat nangkap diajari," kata Yusuf.

Peralatan yang digunakannya pun cukup sederhana sepeti cutter, gunting, amplas, penggaris dan lem. Sedangkan bahan-bahannya seperti karton, triplek dan lainnya diperolehnya dari Jakarta, Surabaya dan kota lainnya.

Meski permintaan pasar tidak seramai pada waktu demam batu akik sejak 3-4 tahun terakhir, pria lulusan SMP PGRI Sambong Pacitan ini terus berinovasi mengembangkan usahanya, dengan membuat tempat perhiasan, seperti tempat kalung berbentuk patung ukuran, tempat jam tangan dan sebagainya. Inovasi tersebut tidak lain hanya untuk mempertahankan usahanya agar tetap berjalan dan tentunya untuk mendapatkan penghasilan.

Sementara, harga yang ditawarkan dari karyanya juga bervareasi, mulai Rp15.000 hingga ratusan ribu rupiah. Tanpa membeberkan omset yang didapatnya, ia mengaku waktu ramai pesanan memang pada waktu musim akik.

"Kalau pas ramai-ramainya batu akik dulu sekitar tahun 2015 ya lumayan, seperti ketiban rezeki, dulu pekerja itu sampai 60 orang, kerjaannya dibawa ke rumah masing-masing. Kalau sekarang tinggal empat orang dan yang penting tidak nganggur, juga tidak diperintah bos, karena pekerjaan yang menentukan kita sendiri," kata pria berusia 26 tahun tersebut.

Meski belum bisa menembus pasar internasional, namun pria yang masih lajang ini berkeinginan hasil karyanya bisa terjual ke luar negeri maupun ke kota lainnya yang ada di Indonesia.

"Keinginan ada, cuma akses ke sananya belum ada, soalnya untuk tembus ke Batam saja masih sulit, dan saat ini untuk pemasaran masih ke Jakarta saja. Ya mudah-mudahan ke depannya bisa terwujud," harapnya.

Bagikan

RELATED NEWS