Melacak Jejak Manusia Purba di Pacitan (Bagian II): Sejarah Panjang Hunian Pegunungan Sewu

AZ - Sabtu, 02 Maret 2019 06:33 WIB
ilustrasi undefined

Halopacitan,Pacitan— Berdasarkan hasil penyelidikan yang ada, di wilayah Pegunungan Sewu dapat ditelusuri corak budaya prasejarah yang lengkap mulai dari paleolitik (batu tua), preneolitik atau mesolitik (batu tengah), neolitik (batu muda), hingga paleometalik (logam awal).

Penanggalan tertua terdapat di lapisan antropik atau lapisan yang menunjukkan bekas aktivitas manusia yang ada di Song Terus yang diperkirakan berumur sekitar 300.000 tahun yang lalu.

Sedangkan umur termuda diperoleh dari gerabah, senjata besi, dan manik-manik di situs Klepu, yaitu sekitar 700 tahun yang lalu. Lantas kapan sebenarnya wilayah ini sebenarnya mulai dihuni, tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan terjadi pada Plistosen Tengah atau 800.000-120.000 tahun yang lalu.

Corak artefak paleolitik yang ditemukan di Kali Baksoka tidak ditemukan di Song Terus, sehingga disimpulkan bahwa paleolitik Kali Baksoka lebih tua dari umur artefak tertua di Song Terus.

Rentang umur yang panjang itu yakni 300.000 – 700 tahun yang lalu menunjukkan bahwa Pegunungan Sewu dengan geografi perbukitan kars telah memiliki sejarah hunian yang panjang, dari budaya tertua hingga termuda dan terus berlanju hingga saat ini.

Dalam buku Prasejarah Gunung Sewu yang ditulis Simanjuntak dkk dan diterbitkan tahun 2004 disebutkan kronologi hunian di Pegunungan Sewu berdasarkan pentarikhan umur adalah: Paleolitik (>300.000-21.000 tahun yang lalu), preneolitik (>12.000-4000), Neolitik (4.000-1.000), dan Paleometalik (1.000-700).

Song Terus, salah satu gua di area Pacitan yang pernah dihuni manusia purba. Di gua ini banyak ditemukan tinggalan perkakas terkubur dalam endapan lantai gua.

Sebagaimana ditulis majalah geologi populer Geomagz yang diterbitkan Kementerian ESDM, setiap tahapan budaya di Pegunungan Sewu juga menunjukkan kekhasan baik segi pola pemanfaatan lahan maupun peralatan. Pada Paleolitik, kehidupan dan pemanfaatan lahan terpusat di bentang alam terbuka, yaitu di sepanjang sungai.

Mereka cenderung mengeksploitasi semua sumber daya yang ada di sekitar sungai serta diduga mereka mengembara sambil menangkap binatang yang hidup di sekitarnya.

Untuk menunjang perburuan, mereka membuat berbagai peralatan batu, seperti kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, dan peralatan serpih berukuran besar yang terbuat dari batugamping kersikan, tuf kersikan, atau fosil kayu.

Menjelang akhir Plistosen tampak perubahan penting dalam pola hunian antara memanfaatkan ceruk-ceruk atau gua-gua payung dan gua-gua biasa. Studi terbaru menunjukkan bahwa penghunian gua-gua di Pegunungan Sewu diperkirakan sudah terjadi pada 300.000 tahun lalu saat Homo erectus menghuni gua.

Namun, gua secara signifikan menjadi tempat tinggal pada 40.000 tahun yang lalu bersamaan dengan bermigrasinya Homo sapiens ke wilayah Indonesia. Penggunaan alat-alat masif yang sangat menonjol telah ditinggalkan, digantikan dengan penggunaan alat-alat serpih dan tulang dengan berbagai variasi bentuk, menghasilkan corak kebudayaan Preneolitik. Peralatan lain pada masa ini dibuat dari tanduk rusa dan cangkang kerang. Pada masa ini pun telah dikenal kebiasaan menguburkan orang.

Kehidupan Preneolitik berlajut ke Neolitik yang dicirikan oleh muncul dan berkembangnya gerabah dan beliung batu. Pada awalnya, perkembangan Preneolitik masih berpusat di gua dan ceruk, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Mereka kemudian kembali pindah ke bentang alam terbuka pada dataran dan lereng perbukitan.

Budaya Neolitik di wilayah ini dapat dipandang sebagai puncak kemahiran teknologi litik yang menghasilkan beliung-beliung persegi dan mata panah. Ratusan situs perbengkelan Neolitik dengan wilayah yang luas membuktikan pernah berlangsungnya industri besar yang membentuk kelompok-kelompok di bagian timur Pegunungan Sewu. Budaya ini diperkirakan berkembang hingga sekitar 1000 tahun yang lalu.

Dari Neolitik kehidupan berkembang ke Paleometalik yang tetap memanfaatkan lahan terbuka sebagai pusat kegiatan. Tradisi pemangkasan batu untuk menghasilkan peralatan masih berlanjut meskipun berangsur ditinggalkan.

Hal yang menonjol dalam periode ini adalah pemakaian peralatan dan senjata logam, khususnya berbahan besi dan manic-manik. Gerabah yang mulai berkembang pada masa Neolitik masih berlanjut. Menurut buku Kronologi Hunian di Gunung Sewu, tulisan Simanjuntak dkk, paleometalik Pegunungan Sewu diperkirakan berlangsung sampai 700 yang lalu yang merupakan suatu perlambatan yang signifikan mengingat pada 1600 yang lalu daerah lain di Jawa sudah mengenal peradaban Hindu.

Kehidupan manusia purba di Pacitan masih menyisakan kisah menarik termasuk bukti bahwa ada kemiripan berbagai temuan peralatan dengan yang ada di berbagai negara termasuk di Asia bahkan Eropa. Kita akan bahas di tulisan selanjutnya. (Bersambung)

Bagikan

RELATED NEWS