
Darah Pacitan Mengalir Deras di Tubuh Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro, seorang pangeran Kasultanan Ngayogyakarta yang pernah mengobarkan perang Jawa yang sangat terkenal tidak bisa dipisahkan dari Pacitan. Di dalam tubuh tokoh besar ini mengalir deras darah perempuan asal daerah ini.
Halo Berita
Halopacitan, Pacitan—Pangeran Diponegoro lahir 11 November 1785 dengan nama Ontowiryo adalah putra tertua Sri Sultan Hamengkubuwono III yang berkuasa di Kasultanan Ngayogyakarta. Dia terlahir dari ibunya yang bernama Raden Ayu Mangkarawati, istri selir Hamengku Buwono III.
Beberapa catatan menunjukkan hal yang berbeda tentang siapa Raden Ayu Mangkarawati, tetapi kebanyakan menyebutkan dia adalah putrid dari Bupati Pacitan yang berdarah Madura. Mangkarawati juga masih memiliki ikatan darah dengan Sunan Ampel salah satu wali sanga dan salah satu orang tua dia berasal dari daerah Nusa Tenggara.
Sejumlah catatan menyebutkan Mangkarawati menjadi istri Hamengkubuwono III ketika masih berusia 14 tahun. Saat itu Hamengkubuwono III yang bernama asli Pangeran Surojo juga masih belia yakni berusia 16 tahun.
Tidak banyak catatan yang menyebutkan tentang Mangkarawati, hanya disebutkan putri ini dimakamkan satu kompleks dengan makam Sri Sultan Hamengkubuwono III di makam raja Imogiri, Bantul, DIY.
Pangeran Suraja naik tahta memang dalam situasi kemelut karena Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels melengserkan Hamengkubuwono II karena dituduh membantu perlawanan Raden Rangga Prawiradirja, menantu sekaligus penasihat politik sultan yang juga Bupati Madiun. Hal ini menjadikan dia tunduk patuh pada kekuatan Belanda.
Hamengkubuwono III sendiri juga memiliki kenangan pahit dengan Pacitan. Ketika Inggris berkuasa, Hamengkubuwono III juga tunduk di bawah kekuasaan Thomas Stamford Raffles, Kepala Pemerintahan Inggris di Jawa.
Bahkan Kasultanan Ngayogyakarta harus kehilangan sejumlah wilayahnya, meliputi Kedu, Jipang (Blora), Japan (Mojokerto), Grobogan, dan sebagian Pacitan.
Ketika Hamengkubuwono III mangkat, Pangeran Diponegoro sebenarnya layak untuk menjadi raja karena putra mahkota masih sangat belia. Namun dia menolak dan memilih melakukan perlawanan yang akhirnya memunculkan perang Jawa 1825-1830, sebuah perang yang tercatat dalam sejarah Belanda sebagai perang paling berat. Bahkan Belanda harus menggunakan taktik penipuan untuk menangkap Diponegoro dan mengasingkan di Makassar hingga meninggal dunia.
Berbagai sumber
