Megengan, Tradisi Yang Masih Kental pada Masyarakat Pacitan Jelang Ramadhan
Halo Budaya

Filosofi Megengan, Tradisi Yang Masih Kental pada Masyarakat Pacitan Jelang Ramadhan

  • Masyarakat Pacitan masih kental dengan tradisi nenek moyang, salah satu tradisi yang masih turun temurun dilakukan adalah megengan. Tradisi ini dikhususkan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan, di masa pandemi ini dilakukan sedikit berbeda, sodaqohan cukup diantar dari rumah ke rumah.

Halo Budaya
SP

SP

Author

Masyarakat Pacitan masih kental dengan tradisi nenek moyang, salah satu tradisi yang masih turun temurun dilakukan adalah megengan. Tradisi ini dikhususkan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan, di masa pandemi ini dilakukan sedikit berbeda, sodaqohan cukup diantar dari rumah ke rumah.

Tradisi megengan ini dilaksanakan bervariasi, sesuai dengan adat daerah setempat, tapi umumnya masyarakat Jawa biasanya berbondong-bondong untuk gugur gunung (bersih kubur), tabur bunga, dan tidak lupa berdoa dengan membaca Surat Yasin dan Tahlil, kemudian Masak besar untuk dibagikan kepada sanak famili dan pada malam harinya mengadakan selamatan atau kenduri dengan mengundang para tetangga untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal, ada juga yang selamatan atau kendurinya diadakan bersama-sama oleh seluruh warga setempat di mushola.

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya, Prof. Dr. Nur Syam, M.Si dalam artikel Tradisi Megengan di Jawa, mendefinisikan Megengan sebagai upacara selamatan ala kadarnya untuk menyambut bulan yang suci dan khusus. Sampai saat ini, tidak diketahui pasti siapa yang pertama kali memulai atau menciptakan tradisi Megengan.

Dikutip dari nursyam.uinsby.ac.id, tradisi Megengan diduga kuat diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Kendatipun demikian, sampai sekarang belum ada bukti historis yang menunjukkan hal itu. Tetapi dugaan ini cukup berdasar. Pasalnya kreasi-kreasi yang menyangkut tradisi akulturasi antara Islam dan Jawa memang kerap berasal dari pemikiran Sunan Kalijaga.

Selamatan sudah menjadi tradisi di Jawa jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Namun, dalam Megengan, selamatan juga dibarengi dengan kegiatan doa bersama. Jadilah Megengan merupakan salah satu wujud konkret akulturasi antara budaya Jawa dengan ajaran agama Islam.

Megengan bisa berarti menahan. Dalam konteks bulan Ramadan, Megengan berarti menahan hawa nafsu yang terkait dengan makan, minum, berhubungan seksual, dan lain sebagainya. Sebagaimana dijelaskan Nur Syam, tradisi Megengan bisa menjadi penanda bagi umat Islam untuk melakukan persiapan khusus menjelang datangnya bulan suci Ramadan.

Diketahui bersama, Islam memang sangat menganjurkan kaumnya untuk menahan nafsu. Dalam kehidupan sehari-hari manusia memang tidak bisa dilepaskan dari nafsu, seperti nafsu makan, nafsu biologis, dan lain sebagainya. Tetapi apabila nafsu itu tidak dikendalikan, justru bisa menjerumuskan manusia ke lembah kenistaan. Dibalik filosofi megengan tersebut maka tradisi ini harus tetap dilestarikan.