Halo Sehat

Hati-Hati, Cuaca Panas Bisa Memperburuk Kesehatan Mental

  • Dalam beberapa bulan terakhir, suhu di sejumlah daerah di Indonesia panas menyengat di siang hari.
Halo Sehat
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

YOGYAKARTA- Dalam beberapa bulan terakhir, suhu di sejumlah daerah di Indonesia panas menyengat di siang hari. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), rata-rata suhu harian Kota Jogja misalnya adalah 31 derajat celcius di siang hari, kemudian baru turun ke 28 derajat celcius pada pukul 16.00 WIB.

Melihat data rata-rata suhu harian tersebut, maka wajar saja jika warga Kota Jogja selalu merasa kegerahan dan mengeluh ‘neraka bocor’ setiap harinya.

Selain mengganggu aktivitas harian karena terik membuat rasa tidak nyaman, tahukah Anda jika cuaca yang panas ternyata juga dapat mengganggu kesehatan mental?

Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cuaca panas memang memiliki pengaruh buruk bagi kesehatan mental.

“Bagi yang memiliki penyakit kejiwaan, temperatur yang panas memperburuknya,” kata dosen laboratorium psikiatri presisi di Universitas Oxford, Laurence Wainwright, kepada The Guardian, Rabu (3/8/2022).

"Tingkat bunuh diri naik, tingkat kematian naik, bagi mereka yang memiliki kondisi gejala dapat memburuk," tambahnya, mencatat bahwa untuk orang dengan kondisi seperti gangguan bipolar, panas yang ekstrem dapat memicu fase manik (mania).

Bahkan, sebuah studi yang dilakukan oleh Institute of Psychiatry pada 2007 lalu juga menemukan, ada peningkatan 3,8% dalam tingkat bunuh diri untuk setiap kenaikan 1 derajat celcius pada suhu rata-rata di atas 18 celcius di Inggris.

Para peneliti yang terlibat dalam penelitian itu juga menemukan, bahwa suhu yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan agresi dan kekerasan. Hal ini dimungkinkan karena dampak pada berbagai hormon—yang dapat memengaruhi fungsi kognitif—membuat  membuat orang merasa pusing.

Mengapa panas mempengaruhi kesehatan mental?

Dosen laboratorium psikiatri presisi di Universitas Oxford, Laurence Wainwright mencatat, ada beberapa faktor yang berperan dalam penurunan kesehatan mental akibat cuaca yang panas.

Salah satunya, kata Wainwright, banyak orang telah mengalami gangguan tidur selama gelombang panas terjadi.

“Apa yang ditunjukkan kepada kita sangat jelas adalah bahwa kualitas tidur yang buruk dan/atau durasi tidur yang lebih pendek dapat memperburuk mereka, katakanlah, dengan gangguan depresi mayor,” katanya.

"Beberapa malam tidur yang rusak bisa menjadi pemicu timbulnya fase depresi," ujarnya lagi.

Lebih jauh, dia menambahkan, bahwa panas juga dapat memperburuk beberapa efek samping dari pengobatan psikiatri, atau dalam beberapa kasus membuat obat menjadi kurang efektif.

Terlebih lagi, beberapa obat memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur suhu, atau sebaliknya, merusak kemampuan individu untuk mengambil tindakan yang tepat.

"Antipsikotik yang kami gunakan pada skizofrenia dan bipolar, mereka sebenarnya dapat berdampak pada persepsi orang tentang rasa haus," jelas Wainwright.

“Tubuh memiliki cara yang sangat baik untuk memberi tahu kita ketika kita haus, [tetapi] ketika kita meminum obat ini, itu dapat terpengaruh, dan selama gelombang panas yang jelas menimbulkan masalah,” pungkasnya.

Sementara direktur Mary Robinson Center for Climate Justice di Glasgow Caledonian University, Tahseen Jafry, menjelaskan orang mungkin mengalami efek tidak langsung seperti kekhawatiran yang meningkat atas isu-isu seperti kerawanan pangan atau migrasi akibat gelombang panas.

Sebagaimana telah diketahui, cuaca panas yang menyerang bumi akhir-akhir ini merupakan akibat langsung dari perubahan iklim, yang juga berpotensi berdampak pada bencana global lain.

"Hal-hal itu kemudian dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan orang karena ini tentang bagaimana kita mengatasi, dan beradaptasi dengan keadaan yang berubah ini," kata Jafry, sebagaimana dikutip The Guardian.

Ia mencatat, kecemasan lingkungan (eco-anxiety) juga membuat banyak anak muda mengalami stres terkait perubahan iklim.

“Istilah ini digunakan untuk menggambarkan keadaan cemas tentang apa yang terjadi segera, tetapi juga tentang masa depan kita dan bagaimana kita akan menghadapinya,” ia menambahkan.

“Gelombang panas, dan efeknya pada kesehatan mental kita, adalah pengingat penting bahwa hal terbaik yang dapat kita lakukan untuk membantu diri kita sendiri dan generasi mendatang adalah bertindak terhadap perubahan iklim.” (Anz)

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Ties pada 05 Aug 2022