Ilustrasi wanita berbelanja.
Halo Berita

Hati-hati, Doom Spending Bisa Bikin Gen Z Rentan Jatuh Miskin

  • Fenomena doom spending atau mengeluarkan duit untuk hal yang tidak masuk akal membayangi generasi Z (gen Z) dan milenial di Indonesia. Kebiasaan buruk tersebut bisa membuat mereka menjadi lebih miskin dibanding generasi sebelumnya.
Halo Berita
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Author

JAKARTA—Istilah doom spending akhir-akhir ini sering diperbincangkan banyak orang. Fenomena doom spending atau mengeluarkan uang untuk hal yang tidak masuk akal membayangi generasi Z (gen Z) dan milenial di Indonesia. Kebiasaan buruk tersebut bisa membuat mereka menjadi lebih miskin dibanding generasi sebelumnya. 

Dikutip dari Psychology Today, doom spending terjadi ketika seseorang berbelanja tanpa berpikir panjang, hanya untuk menenangkan diri sejenak. Pengeluaran tak terkendali itu juga buntut dari pesimisme gen Z dan milenial terhadap masa depan mereka. 

Jika terus berlanjut, masalah itu bisa menjadi jebakan kemiskinan. Apalagi, sebanyak 9,89 juta gen Z dan milenial di Indonesia masih kesulitan mendapat pekerjaan. Sebagai informasi, gen Z adalah kelompok masyarakat yang lahir tahun 1996-2010, sedangkan milenial atau Gen Y adalah masyarakat yang lahir tahun 1981-1995.

Menurut dosen senior keuangan di King's Business School, Ylva Baeckström, doom spending merupakan praktik tidak sehat dan fatalis. "Hal ini terjadi karena anak muda terus-menerus online dan merasa terus-menerus menerima berita buruk. Hal ini membuat mereka merasa seperti kiamat. Anak-anak muda ini kemudian menerjemahkan perasaan buruk itu dengan kebiasaan belanja yang buruk,” ujarnya. 

Ylva menyebut perilaku doom spending berpotensi membuat generasi Z dan milenial menjadi lebih miskin dibanding generasi sebelumnya. Dia mengatakan generasi yang tumbuh sekarang adalah generasi pertama yang akan lebih miskin daripada orang tua mereka untuk waktu sangat lama. “Ada perasaan bahwa Anda mungkin tidak akan pernah bisa menggapai apa yang diraih orang tua Anda,” imbuhnya. 

Lebih Buruk dari Orang Tua

Merujuk Survei Keamanan Finansial Internasional CNBC yang dilakukan Survey Monkey kepada 4.342 orang dewasa di seluruh dunia, hanya 36,5% orang dewasa yang merasa bahwa mereka lebih baik secara finansial dibanding orang tua mereka. 

Sementara 42,8% sisanya merasa bahwa mereka lebih buruk daripada orang tua mereka. Survei Intuit Credit Karma terhadap lebih dari 1.000 orang Amerika pada November 2023 juga menunjukkan kecenderungan doom spending tersebut.

Hasil survei menunjukkan bahwa 96% orang Amerika khawatir tentang keadaan ekonomi saat ini. Adapun lebih dari seperempatnya menghabiskan uang untuk mengatasi stres. Di Indonesia, ancaman doom spending pun di depan mata. Hal ini tak lepas dari rendahnya literasi keuangan warga. 

Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menyebutkan Indeks Literasi Keuangan Nasional berada di angka 65,43%. Angka itu di bawah tingkat literasi keuangan negara tetangga seperti Malaysia (88,37%), Thailand (95,58%) dan Singapura (97,55%). 

Rendahnya literasi keuangan itu semakin rentan membawa gen Z menuju doom spending lantaran derasnya “rayuan” untuk berbelanja dari media sosial. Hal ini tak lepas dari penetrasi internet 98% dari total populasi gen Z. 

Menurut riset Nielsen, sebanyak 91% gen Z memakai internet untuk bermain media sosial. Dalam hal ini, influencer menjadi sosok dominan dalam memengaruhi tren belanja online generasi Z. “Aktivitas gen Z nyaris 100% di media sosial. Influencer jadi salah satu sarana yang mempermudah mereka berbelanja,” kata Direktur NielsenIQ Indonesia, Rusdy Sumantri.

Pasar gen Z sendiri potensial lantaran jumlahnya mencapai 28% dari total penduduk Indonesia. Angka itu lebih besar ketimbang gen X 18%, gen Y (milenial) 22%, dan gen Alpha 21%.  Volume belanja gen Z di e-commerce juga menjadi yang tertinggi, meskipun dari sisi rata-rata nilai lebih kecil, yakni Rp150 ribu-Rp 200 ribu. 

Fenomena belanja kian subur akibat mudahnya akses pinjaman online (pinjol) di beragam platform media sosial. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut outstanding pinjol atau pinjaman yang belum dilunasi secara perorangan mencapai Rp63,54 triliun per Juli 2024.

Dari sisi usia, total outstanding pinjaman didominasi oleh usia generasi Z dan milenial atau 19-34 tahun dengan total outstanding Rp32,57 triliun. Gen z dan milenial juga mendominasi dari aspek kredit macet atau menunda pembayaran lebih dari 90 hari,dengan total Rp652,73 miliar

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 26 Sep 2024 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 27 Sep 2024