Lebih dari setahun, pelajar tidak mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) disekolah akibat pandemic COVID 19. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dirasakan kurang efektif. Untuk itu, Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur mendukung adanya sekolah tatap muka di Jatim dengan tetap memperhatikan empat syarat yang harus dilakukan sekolah tersebut.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Deni Wicaksono mengatakan, saat ini memang mayoritas pelajar ingin kembali belajar secara tatap muka di sekolah. Bukan hanya berdasar hasil survei namun politisi asal PDI Perjuangan itu juga kerap menggelar pertemuan virtual dengan para siswa.
”Saya juga sudah diskusi dengan ratusan pelajar lewat virtual, semuanya bilang kangen sekolah. Pembelajaran tatap muka bagaimana pun melahirkan experience yang berbeda dibanding daring,” kata Deni Wicaksono, seperti dilansir dari kominfo.jatimprov.go.id Selasa (20/4/2021)
Lebih lanjut Deni menyampaikan lebih dari setahun mengikuti pembelajaran jarak jauh telah membawa banyak konsekuensi bagi pelajar. Bahkan kajian Bank Dunia yang menyatakan, penutupan pembelajaran di sekolah memicu penurunan nilai ujian rata rata hingga 25 persen. Pandemi ini juga menurunkan efektivitas tahun sekolah dasar yang dicapai anak: dari 7,9 tahun menjadi 7,3 tahun.
”Riset-riset global, termasuk dari UNICEF menyebutkan pandemi berpotensi menurunkan kompetensi dasar siswa karena menurunnya waktu kualitas belajar,” bebernya.
Pihaknya mendukung penuh dilaksanakannya PTM yang oleh Mendikbud ditargetkan berlangsung di semua sekolah pada Juli 2021.
Deni mengakui bahwa pembelajaran Tatap Muka sangat penting untuk menjaga akselerasi kualitas SDM. Meski demikian, perlu ada yang digarisbawahi empat hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PTM.
Pertama, penerapan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin. ”Saya paham semuanya kangen sekolah, kangen belajar di kelas, kangen cerita bapak/ibu guru, tapi protokol kesehatan tidak boleh ditawar,” ujar Deni.
Kedua, pengaturan jam PTM. Sesuai protokol, maka kelas hanya boleh diisi maksimal 50 persen kapasitas kursi. Artinya, tetap ada pelajar yang mengikuti pembelajaran daring. “Saya menyarankan ada pembagian dua kelas, yaitu jam pagi dan siang atau sore. Atau diatur komposisi antara PTM dan PJJ. Sehingga semua pelajar kembali PTM. Tentu ada konsekuensi lanjutan, misalnya memberi insentif ke guru,” tegasnya.
Alternatif lainnya, digerakan relawan mengajar dengan melibatkan mahasiswa tingkat akhir di kampus-kampus pendidikan untuk ikut membantu mengajar di sekolah. Sehingga kelas pagi dan siang terlaksana tanpa menambah beban bapak/ibu guru.
Ketiga, jadikan PTM sebagai sarana memasifkan edukasi kesehatan. Saatnya kita memperkuat gaya hidup sehat sejak dari sekolah.”Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah revitalisasi unit kesehatan sekolah (UKS). UKS kita revitalisasi dengan menjadikannya sebagai pilar promosi dan preventif kesehatan. Sinergikan UKS dengan Puskesmas. Puskesmas menyupervisi UKS. Puskesmas masuk ke sekolah-sekolah untuk edukasi kesehatan,” ujarnya
”Saya yakin, jika urusan ini tuntas di sekolah, kita akan punya generasi yang disiplin menerapkan gaya hidup sehat. Ujungnya, derajat kesehatan masyarakat akan meningkat,” dalih Deni Wicaksono.
Terakhir (keempat), lanjut Deni, pentingnya pendidikan parenting. Pararel dengan penyiapan PTM, Pihaknya mendorong Dinas Pendidikan Jatim untuk menggerakkan sekolah agar masif menggelar pendidikan parenting secara daring bagi orang tua siswa. “Ini adalah momentum untuk menyediakan pendidikan parenting kepada orang tua. Pendidikan parenting sangat penting karena tidak semua orang tua memahami bagaimana sih pendidikan anak, padahal saat ini kan anak banyak berada di rumah,” pungkasnya.