Halo Berita

Letusan Dahsyat Bawah Laut Melahirkan Gunung Berapi Seukuran Gedung Pencakar Langit

  • Pada tahun 2018 terjadi sebuah letusan bawah laut terbesar yang pernah tercatat melahirkan. Letusan tersebut ternyata melahirkan "bayi" raksasa: sebuah gunung berapi bawah laut seukuran gedung pencakar langit.
Halo Berita
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

MADAGASKAR- Pada tahun 2018 terjadi sebuah letusan bawah laut terbesar yang pernah tercatat melahirkan. Kini baru diketahui, letusan tersebut ternyata melahirkan "bayi" raksasa: sebuah gunung berapi bawah laut seukuran gedung pencakar langit.

Para ilmuwan menemukan gunung berapi setinggi 2.690 kaki (820 meter) di Samudra Hindia barat, di lepas Madagaskar. Penemuan ini terjadi menyusul serentetan gempa bumi membingungkan yang melanda di dekat daerah yang biasanya tenang secara seismik. 

Setelah mengumpulkan data geologi, termasuk informasi dari survei bawah laut tahun 2019 di wilayah tersebut, tim menyadari ada gunung berapi bawah laut baru sekitar 1,5 kali ketinggian One World Trade Center di New York. Terlebih lagi, "bayi" baru ini mengambil dari reservoir magma vulkanik terdalam yang diketahui para ilmuwan.

"Sumber magma, reservoir, sangat dalam  sekitar 34 mil (55 kilometer) di bawah tanah,” kata pemimpin peneliti studi Nathalie Feuillet, seorang ahli geosains kelautan di Paris Institute of Earth Physics (IPGP) kepada Live Sains Kamis 21 Oktober 2021. 

"Ini adalah pertama kalinya dalam vulkanologi kita dapat melihat reservoir yang begitu dalam di dasar litosfer," ujarnya. Litosfer adalah kulit terluar Bumi yang mencakup mantel atas dan kerak.

Antara Mei 2018 hingga Mei 2021 lebih dari 11.000 gempa bumi terdeteksi mengguncang Mayotte, sebuah pulau kecil dan wilayah Prancis antara Madagaskar dan Mozambik. Gempa paling kuat berkekuatan 5,9.

Selain gempa juga ada dengungan seismik aneh, atau gempa berfrekuensi sangat rendah yang berasal jauh di bawah tanah. Getaran tidak bisa dirasakan di permukaan tetapi ditangkap oleh seismometer di seluruh dunia. Gempa berfrekuensi sangat rendah ini terkait dengan aktivitas gunung berapi.

Aktivitas seismik yang tiba-tiba ini mengejutkan, mengingat hanya dua gempa bumi yang terdeteksi di dekat Mayotte sejak 1972. Aktivitas vulkanik terbaru berupa lapisan batu apung di laguna dekat pulau setidaknya berasal 4.000 tahun yang lalu.

Pada Juli 2018, para ilmuwan juga menyadari bahwa menurut data GPS, Mayotte bergerak ke arah timur sekitar 20 sentimeter per tahun. Pada saat itu, pulau hanya memiliki tiga atau empat stasiun GPS, sehingga para ilmuwan memasang sistem satelit navigasi global dan seismometer dasar laut di sekitar pulau untuk mempelajari lebih lanjut tentang perubahan geologis yang terjadi di sana. 

Temuannya luar biasa: gabungan seismometer darat dan dasar laut menangkap 17.000 peristiwa antara Februari dan Mei 2019.

Pada Mei 2019, Feuillet dan rekan-rekannya berkesempatan melakukan pelayaran di atas kapal penelitian Marion Dufresne. Tim tahu bahwa telah terjadi peristiwa magmatik di timur Mayotte, tetapi mereka tidak yakin apakah magma itu tetap berada jauh di bawah kerak atau apakah telah meletus ke dasar laut. "Kami berharap melihat sesuatu, tapi itu tidak pasti," kata Feuillet.

Dalam postingan tahun 2019 dia menulis tim beroperasi sepanjang waktu dan  dipecah menjadi beberapa shift. Dalam waktu kurang dari 2 minggu terjadi  hampir 800 gempa bumi besar (berkekuatan antara 3,5 dan 4,9).

Upaya mereka membuahkan hasil. "Kami menemukan bahwa gempa bumi ini, sebagian besar terletak di daerah yang cukup dekat dengan pulau sekitar 10 km dari pantai timur pulau dengan kedalaman antara 20 dan 50 km," tulis Feuillet.

Gunung Ditemukan

Kemudian, multibeam echo sounder kapal, yang mengirimkan gelombang suara untuk memetakan dasar laut dan kolom air menemukan sesuatu yang "sangat besar" sekitar 31 mil sebelah timur Mayotte.  Ternyata itu adalah gunung berapi bawah laut berbentuk mirip piramida berukuran sekitar 5 km kubik. Gunung berapi ini benar-benar baru dan tidak ada ketika dilakukan survei pada tahun 2014 oleh Badan Hidrografi dan Oseanografi Angkatan Laut Prancis.

Menurut survei 2014, daerah itu hampir datar di sekitar 3.300 m  di bawah permukaan laut. Pada Mei 2019, puncak gunung berapi yang baru dicetak itu naik menjadi 2.580 m di bawah permukaan laut.

Volume material yang dihasilkan gunung berapi ini adalah 30 hingga 1.000 kali lebih besar dari letusan laut dalam lainnya yang didokumentasikan. Ini lebih dari tiga kali lebih besar dari letusan Havre 2012 di Selandia Baru dan 2,5 kali lebih besar dari letusan Bardarbunga 2014 di Islandia, yang merupakan letusan terbesar Islandia dalam 200 tahun terakhir.

Tampaknya pergerakan lempeng tektonik menyebabkan lava di astenosfer, lapisan atas mantel yang meleleh tepat di bawah litosfer yang kaku, bergerak ke atas. Magma ini mengalir ke atas dalam tanggul geologi, yang dapat menjelaskan gempa bumi dan letusan besar berikutnya.

Terlebih lagi, letusan ini tampaknya bukan yang pertama di dekat Mayotte. "Aliran lava besar dan kerucut di lereng atas dan Mayotte di darat menunjukkan bahwa ini telah terjadi di masa lalu," tulis para peneliti dalam penelitian tersebut.

Tim sedang memantau wilayah tersebut untuk lebih banyak gempa bumi dan aktivitas vulkanik. "Ini masih meletus," kata Feuillet. "Bukti terakhir lava di dasar laut adalah pada Januari 2021."

 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 21 Oct 2021