
Penularan COVID-19 Masih Tinggi, Anggaran Kesehatan Dipangkas?
Penyerapan anggaran bidang kesehatan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sagatlah rendah. Ditengarai hal tersebut yang mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian distribusi dana PEN.
Halo Berita
Penyerapan anggaran bidang kesehatan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sagatlah rendah. Ditengarai hal tersebut yang mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian distribusi dana PEN.
Kebijakan tersebut mendapatkan resposn dari sejumlah pihak. Wakil Direktur Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (UNS) Hartono, Tonang Dwi Ardyanto mengatakan kebijakan pemerintah mengalihkan anggaran di bidang kesehatan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 bukan tindakan tepat.
“Membingungkan, penyerapan dana masih terkendala verifikasi. Sebaiknya yang menghambat pencairan itu yang diatasi, bukan justru dianggap tidak akan terserap anggarannya,” kata Tonang dilansir dari TrenAsia.com, Sabtu, 5 September 2020.
Dalam alokasi PEN 2021, pemerintah memangkas lebih dari tiga kali lipat anggaran PEN di sektor kesehatan menjadi Rp25,40 triliun dari sebelumnya sebesar Rp87,55 triliun.
Terkait pemangkasan anggaran kesehatan tersebut, Direktur Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani membantah. Ia menegaskan ini bukan pemangkasan tetapi lebih ke optimalisasi anggaran.
“Intinya tidak ada istilah dipotong. Semua dimanfaatkan secara maksimal untuk program PEN,” sanggah Askolani.
Kementerian Keuangan sampai hari ini mencatat realisasi anggaran PEN secara keseluruhan mencapai Rp211,6 triliun atau 30,4% dari total Rp695,2 triliun. Sedangkan penyerapan di sektor kesehatan masih rendah yakni Rp13,9 triliun dari total Rp87,55 triliun.
Di tengah masih masifnya penularan COVID-19 , tentu kebijakan pemangkasan anggaran kesehatan menjadi hal yang memrihatinkan. Kasis dalam dua minggu terakhir yang terus mencetak rekor di atas 3.000-an orang sehari, seharusnya menjadi perhatian dan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Tonang menyebut eskalasi ini bukan berasal dari masifnya kapasitas pemeriksaan PCR, namun murni hasil penularan.
Dengan tingginya kasus, Tonang menilai seharusnya penyerapan anggaran makin tinggi, sebab peningkatan kasus berimbas pada meningkatnya layanan. Anggaran juga bisa diserap oleh penambahan kapasitas pemeriksaan PCR. Dengan begitu, pertambahan kasus benar-benar menggambarkan kondisi sebenarnya.
Realitasnya, laporan pada 24-30 Agustus 2020, kapasitas PCR sehari hanya mencapai 18.000-an atau sekitar 46% dari target.
Untuk memperjelas target dan realisasi penyerapan anggaran, Tonang menjelaskan sudah ada 24 indikator pengendalian COVID-19 yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan 413/2020.
“Lebih baik analisisnya berbasis indikator-indikator tersebut, diuraikan dengan terbuka. Sehingga jelas mana yang belum tercapai dan pasokan anggaran perlu ke sana,” imbuhnya.
Lebih lanjut Tonang berharap pemeirntah dapat memberikan perhatian lebih pada bidang kesehatan, termasuk soal anggaran. Pasalnya, pandemi C0VID-19 sangat mencerminkan ketidaksiapan sektor kesehatan di Indonesia.
“Minimal sebaiknya tidak ada pemangkasan untuk menunjukkan semangat dan komitmen pemerintah terhadap bidang kesehatan dalam pengendalian COVID-19.”
Pemangkasan anggaran bisa membangun prediksi negatif, rakyat pun akan berpikir bahwa pandemu sudah usai. Akibatnya, pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
