Ilustrasi Riset CLSA, Konsumen Go-Food memiliki Loyalitas Lebih Tinggi Dibandingkan Grab-Food
Halo Berita

Riset CLSA: Konsumen Go-Food memiliki Loyalitas Lebih Tinggi Dibandingkan Grab-Food

  • Pandemi COVID 19 telah merubah gaya hidup masyarakat, kebijakan pembatasan social membuat aktifitas dirumah lebih banyak. Hal ini menjadikan masyarakat memaksimalkan peran internet dalam kebutuhannya, termasuk konsumen makanan.

Halo Berita
SP

SP

Author

Pandemi COVID 19 telah merubah gaya hidup masyarakat, kebijakan pembatasan social membuat aktifitas dirumah lebih banyak. Hal ini menjadikan masyarakat memaksimalkan peran internet dalam kebutuhannya, termasuk konsumen makanan.

Layanan pesan-antar makanan secara online menjadi pilihan utamanya. Dari hasil survey yang dilakukan CLSA, Go-Food masih memimpin layanan pesan-antar makanan secara online. Bagian dari ekosistem Gojek itu unggul karena memiliki loyalitas pelanggan sedangkan Grab-Food untuk bisa bersaing banyak mengandalkan diskon.

Seperti dilansir dari Kabarminang.id Jumat ( 26/2/2021) Analis CLSA, Mardjuki, dalam catatan risetnya menyatakan bahwa tema pesan-antar makanan online dipilih sebab sektor ini merupakan salah satu bisnis yang paling menguntungkan di tengah pandemi.

”Pandemi telah mengubah dinamika bisnis di seluruh industri dan pengiriman makanan online mendapat manfaat dari perubahan tersebut. Survei kami menunjukkan bahwa 70% dari 450 responden lebih sering memesan makanan secara online daripada sebelumnya,” ungkapnya dalam laporan riset tersebut.

Dalam riset tematik yang dilakukan CLSA dan diumumkan pada 24 Februari 2021 Go-Food unggul atas Grab-Food. Hasil lembaga survey ternama itu mencatat mayoritas orang atau mencapai 35% lebih memilih Go-Food dan sebesar 20% memilih Grab-Food. Survei dilakukan terhadap 450 responden, mayoritas berasal dari Jakarta dan Bodetabek.

”Hanya ada dua pemain besar dalam bisnis pesan-antar makanan online di Indonesia: Go-Food yang dimiliki oleh start-up Gojek asal Indonesia dan Grab-Food yang dimiliki oleh perusahaan rintisan asal Singapura yaitu Grab,” terang Jonathan.

Adapun survei tersebut dibagi ke berbagai segmen. Berdasarkan pendapatan bulanan, proporsinya (19-23%) relatif sama untuk golongan Rp4-6 juta, Rp7-10 juta, Rp11-20 juta dan di atas Rp20 juta, sedangkan 10% responden berpenghasilan di bawah Rp3 juta atau tidak memiliki penghasilan bulanan sama sekali seperti pelajar atau mahasiswa. Sedangkan hasil survei didasarkan pada tingkat pendapatan, preferensi merek mereka, seberapa teratur mereka memesan makanan secara online, dan beberapa faktor lainnya.

Dari hasil survey tersebut diketahui lebih banyak orang memilih Go-Food yaitu sebesar 35% dan 20% untuk Grab. Sedangkan sebesar 43% responden menggunakan kedua aplikasi.

”Go-Food, menurut kami, memiliki pelanggan yang lebih setia, dimana tiga keuntungan teratas dari penggunaan aplikasi adalah 'familiar dengan aplikasi', 'ketergantungan pada Go-Pay e-wallet' dan 'ramah pengguna,” ungkapnya.

Sementara Grab-Food pada kondisi sebaliknya. Sebab, menurut hasil riset, sebesar 60% responden percaya diskon besar adalah keuntungan utama.

”Kami menemukan pelanggan Gojek lebih loyal, sedangkan Grab mengandalkan komersialitas. Kami juga menilai Grab lebih agresif dalam mengamankan penyewa (pelanggan). Secara keseluruhan, menurut kami persaingan yang sehat antara kedua raksasa ini akan berdampak positif bagi pasar Indonesia” jelasnya.

CLSA memperkirakan, Gojek sebagai kekuatan brand local karya anak bangsa, pangsa pasarnya akan terus naik mencapai 58%, sementara Grab hanya 42%. Angka pengguna aktif bulanan Gojek di perangkat android juga lebih tinggi dibandingkan Grab.

Selain itu berdasarkan survei, CLSA juga berpendapat bahwa pelanggan kini telah mengalihkan fokus pada aspek-aspek seperti kenyamanan aplikasi ketimbang pengiriman yang lebih cepat atau tingkat pembatalan yang lebih rendah oleh pengemudi, seperti di masa-masa awal.

”Ini telah menjadi standar umum untuk platform online,” tegas Jonathan.