Anak yang Dibacakan Buku Punya Kemampuan Empati dan Mampu Mengatur Emosi Lebih Tinggi

Rahmat Deny - Sabtu, 24 Juli 2021 14:56 WIB
Ilustrasi: Ayah sedang membacakan buku cerita

Riset Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 2020 menemukan bahwa anak usia lima tahun yang dibacakan buku oleh orangtuanya, punya kemampuan empati dan prososial dan mampu mengatur emosi lebih tinggi dibandingkan anak di kelompok usia yang sama tetapi tidak dibacakan buku.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Jumeri saat mengisi acara peringatan HAN 2021 secara Daring, Jumat (23/7).

Jumeri juga menekankan perlunya peningkatan akses bacaan buku oleh anak untuk melawan kesenjangan di tiap daerah.


Kemendikbudristek terus mengajak berbagai pihak membantu meningkatkan kesempatan belajar dengan berbagai aktivitas literasi. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti menumbuhkan lingkungan keaksaraan dengan membacakan buku bagi anak, bagi para pakar untuk mendampingi pendidik dan orang tua mengasah dan menyusun kegiatan belajar mengajar berbasis buku bacaan anak, serta meningkatkan akses anak kepada buku bacaan yang sesuai.

“Sekolah bisa menjadi perpustakaan yang dapat diakses orang tua yang membutuhkan,” kata Jumeri pada siaran pers tertulis kemdikbud Jumat (23/7/2021).


Ia percaya bahwa aksi ini dapat dijalankan dengan baik melalui kolaborasi berbagai mitra, gerakan masyarakat sipil, komunitas guru PAUD, dan keluarga.

“Bergerak bersama adalah kunci bagi tiap anak usia dini mendapatkan haknya menavigasi dunia dengan lebih baik di masa depan,” tegas Dirjen Jumeri.


Sementara itu, pakar literasi, Sofie Dewayani, menegaskan bahwa literasi bukanlah hanya baca, tulis, dan hitung (calistung).

“Kegiatan bercerita bagi anak usia dini harus selalu dihidupkan di rumah. Ajak mereka bicara dalam bahasa daerah, bahasa nasional, maupun bahasa lainnya. Kemudian, dekatkan juga akses buku dengan anak-anak,” jelasnya.



“Tentunya, buku bacaan harus sesuai umur anak, serta punya gambar dan cerita imajinatif. Ini supaya anak bisa berkelana di dunia imajinasi sekaligus membangun minat baca mereka, supaya mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat,” tegas Sofie.


Senada dengan itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), psikolog, pembawa acara anak, dan pemilik sekolah Homeschooling Kak Seto, Seto Mulyadi, menekankan bahwa literasi bukanlah sekadar calistung.

“Literasi adalah memaknai membaca situasi, bagaimana berkomunikasi, bergaul, menghormati dan menghargai, untuk membentuk karakter Pelajar Pancasila, misalnya, bagaimana bekerja sama dengan kakak, adik, dan orang tua di rumah, gotong royong, mandiri, dan kreatif,” tutur Kak Seto.


Seperti diketahui, peringatan Hari Anak Nasional (HAN) dalam dua tahun terakhir berbeda dengan tahun sebelumnya, masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat untuk memeriahkan HAN 2021 dengan mengedepankan perlindungan bagi anak sesuai Tema yang diangkat tahun ini “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.

Editor: SP

RELATED NEWS