Butuh Bantuan, Ibu dan Dua Anak Kembarnya Secara Misterius Alami Gangguan Jiwa
Suatu hari di tahun 2014 Nofiyani yang masih duduk di SD tiba-tiba mengalami perubahan aneh. Dia kerap tertawa dan ngomong sendiri. Beberapa tahun kemudian Nofiana, saudara kembarnya, dan Sariem ibunya mengalami hal yang sama.

AZ
Author


Halopacitan, Punung—Apa yang terjadi pada tiga perempuan tersebut membuat Slamet (53) sebagai ayah Nofiana dan Nofiani serta suami Sariem benar-benar kebingungan. Berbagai upaya dilakukan tidak ada hasilnya.
Slamet mengisahkan Nofiyani dan Nofiyana yang lahir 10 November 1995 awalnya hidup normal seperti anak seusiannya, bermain, sekolah dan aktivitas seperti orang normal lainnya.
"Awalnya sekitar tahun 2004 anak saya yang nomor dua, Nofiyani saat itu kelas V SD, awalnya hanya ketawa sendiri dan bicara sendiri, kemudian selang tiga tahun anak saya yang nomor satu Nofiyana kelas VIII SMP juga alami hal yang sama, ketawa dan ngobrol sendiri dan sampai sekarang kami belum bisa ungkap apa sebab utamannya," kata Slamet saat ditemui Halopacitan. Selasa, (02/10/2018).
Slamet menambahkan sekitar satu tahun yang lalu Sariyem (41) [istrinya], juga mengalami ganguan kejiwaan, namun tidak separah yang dialami kedua anaknya. "Hanya marah-marah tidak jelas, bahkan semua pakaian anak-anak dibakar semua, tapi mulai beberapa bulan ini sudah mulai normal walaupun kadang kalau ditanya masih sering tidak nyambung, mungkin karena memikirkan kedua anak-anaknya," ungkapnya.
Menurut pantauan Halopacitan, kedua putri pasangan Slamet dan Sariem tersebut dikurung secara terpisah di dalam sebuah kamar. Salah satu di antara mereka terdengar berbicara sendiri seperti sedang berbicara dengan seseorang, sedangkan putri yang satunya di kamar yang lain sedang istirahat.
Sementara, Sariyem yang masih masa penyembuhan, tampak terlihat di luar ruangan dan terkadang juga ikut mengobrol sambil menutupi wajahnya walaupun kadang tidak nyambung apa yang dikatakan.
"Ya kalau saya pas di rumah, anak-anak saya keluarkan dari kamar, kemudian kamar juga saya bersihkan, tapi kalau saya tidak di rumah ya saya masukkan ke dalam kamar lagi, takut seperti yang sudah-sudah keluar ke mana-mana ketika saya di ladang," bebernya.
Slamet yang sehari-hari bekerja sebagai petani dan buruh serabutan hanya pasrah dengan keadaan yang dialaminya. Berbagai cara dilakukan baik secara medis maupun non medis belum juga berhasil.
"Kalau obat rutin, bahkan pihak Puskesmas Punung juga sering ke rumah lihat perkembangan anak-anak saya, dari Dinas Sosial juga ada yang ke sini tapi ya tidak mesti. Bahkan sudah saya bawa ke orang pintar bukan satu atau dua kali tapi berkali-kali dan sudah di Rumah Sakit Jiwa di Surakarta tiga kali, tapi tidak ada perkembangan, dan seringnya balik dari sana itu suka marah-marah dan kalau marah pintu kamar di gedor-gedor hampir seluruh rumah bergetar," papar Slamet.
Menurut keterangan Parman (53) Kepala Dusun Kutukan Desa Mendolo Kidul Punung hal ini sudah dialami Slamet sekitar 14 tahun. "Kami selaku yang dituakan di sini, sangat memahami apa yang dialami Slamet, kami juga sudah mengajukan ke Desa maupun ke Instansi terkait, dan warga di sini pun juga menyadari tidak saling mengucilkan karena Slamet sendiri 'entengan' ringan kaki ketika ada kegiatan sosial di masyarakat," ujarnya. (Sigit Dedy Wijaya).