IGI : Kemendikbud Tolong Ingatkan Guru, Pertimbangkan Psikologis Anak Saat Beri Tugas Terlalu Banyak

SP - Kamis, 22 Oktober 2020 13:10 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Naadiem Makarim undefined

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang telah dilakukan oleh siswa, mahasiswa, guru hingga dosen semenjak pandemi COVID-19 meradang dan menyerang Indonesia. Berbagai cara dan upaya terus dilakukan agar pelajar dan mahasiswa tetap mendapatkan hak mereka atas akses pendidikan. Namun, dalam pelaksananaanya masih terdapat catatan yang harus terus diperbaiki.

Bukan persoalan mudah memang, menggeser pola pendidikan secara langung (luring) menjadi dalam jaringan (daring). Para pengajar pun juga masih belum sepenuhnya memahami bahwa dalam hal pembelajaran di tengah pandemi targetnya adalah bukan capaian selesaianya kurikulum tetapi lebih kepada penyiapan anak didik ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, belum seragamnya pemahaman ini justru membuat siswa terbebani.

Meninggalnya seorang siswi SMA berinisial MI (16), di Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menjadi catatan besar. Siswi tersebut ditemukan tewas terbujur kaku di bawah tempat tidurnya pada Sabtu, 17 Oktober 2020. Korban tewas diduga karena bunuh diri dengan cara minum racun rumput. Alasannya, karena depresi dengan banyaknya tugas sekolah yang dilakukan secara daring. Kejadian itu mendapat sorotan dari berbagai kalangan, salah satunya dari Ikatan Guru Indonesia.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyampaikan pada Kemendikbud agar mengingatkan para guru untuk mempertimbangkan psikologis siswa dalam hal memberikan tugas. Makna pembelajaran daring bukanlah penugasan tetapi harus dimaknai lebih dalam lagi, karena hakekatnya bukan studi tetapi learning.

Banyaknya tugas bisa memberikan dampak depresi kepada para siswa. "Stres dialami siswa akibat PJJ tidak memiliki standar khusus dan cenderung memberatkan siswa dari tugas yang diberikan guru. Dengan mudahnya guru memberikan tugas kepada siswa. Ini jadi alarm bagi pemerintah untuk mengingatkan guru," ungkap Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli dalam keterangan resminya, dilansir dari kompas.com.

Dengan Management System (LMS) guru akan sangat mudah memberikan tugas pada para siswa. Bisa dibayangkan ketika setiap guru memberikan satu saja tugas setiap minggu maka setiap siswa akan mendapatkan 14-16 tugas yang harus dituntaskan, sebelum mata pelajaran dilanjutkan minggu depannya.

Guru sebaiknya juga memperhitungkan secara komprehensif beban tugas yang diberikan ke siswa. Jaringan internet, ketersediaan alat baik berupa tablet smartphone maupun laptop dan komputer juga harus dipertimbangkan. Pun dengan kemampuan ekonomi siswa di daerah-daerah, sehingga pemerintah tidak berlepas tangan cukup dengan memberikan kuota data kepada siswa saja. Pemerintah sebaiknya juga membuat standar berkaitan dengan penugasan pada siswa sehingga kejadian di Gowa tidak akan terulang kembali.

Ikatan guru Indonesia sejak awal sudah menyampaikan pesan kepada Mendikbud Nadiem Makarim, bahwa beban mata pelajaran yang dialami oleh siswa sesungguhnya menjadi masalah utama rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Pekerjaan rumah ini tentu harus dipikirkan secara serius. Mengingat anak-anak adalah aset bangsa yang harus benar-benar dipersiapkan, tidak mudah tumbang. Dengan kebijakan pendidikan yang terarah dan berkualitas, bukan sekedar menghabiskan kurikulum, tetapi lebih kepada pemahaman isi, yakin bahwa kualitas pendidikan akan semakin luar biasa.

Bagikan

RELATED NEWS