Pacitan Menorehkan Warna dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Dias Lusiamala - Rabu, 17 Agustus 2022 09:40 WIB
Monumen Panglima Besar Soedirman di Pacitan (Dok.Halopacitan)

PACITAN –Meski jarang disebut dalam catatan sejarah nasional, Kabupaten Pacitan sebenarnya banyak memberi warna dalam perjalanan bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan. Salah satu guratan sejarah paling nyata adalah saat Agresi Militer Belanda II tahun 1949.

Saat itu selama tiga bulan Panglima Besar Jenderal Soedirman memimpin langsung dengan bergerilya di daerah Pacitan. Menurut catatan, ini adalah masa terlama Sang Jenderal singgah di suatu wilayah selama perang gerilya berlangsung.

"Penghargaan terhadap sejarah bangsa itu perlu. Nah, saya berpikir andilnya perang gerilya di Pacitan ini di bawah pimpinan Jenderal Soedirman cukup besar dan bisa jadi yang terlama beliau di Dusun Sobo, Desa Pakisbaru itu," ungkap sejarawan asli Pacitan, Imam Haryono (77), saat dihubungi Selasa (16/8/2022).

Haryono menyebutkan sedikitnya ada dua irisan sejarah Pacitan yang berkenaan dengan perang gerilya. Pertama, perjalanan pasukan Soedirman saat melancarkan perlawanan mulai dari ujung timur Pacitan hingga perbatasan Jawa Tengah.

Menurut catatan sejarah, Soedirman mulai masuk wilayah Pacitan dari Desa Klepu, Kecamatan Sudimoro. Dari wilayah yang berbatasan dengan Trenggalek, lantas keluar masuk hutan dan pemukiman.

Setelah ke Sudimoro, beberapa kecamatan yang dilewati pasukan Soedirman adalah Tulakan, Tagalombo, Bandar, dan berakhir di Nawangan. Jarak tempuhnya mencapai 40 kilometer dengan medan menanjak pegunungan.

Jalur itu lantas dijadikan rute gerak jalan Napak Tilas Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman. Finish-nya di pelataran Monumen Panglima Soedirman, di puncak bukit Gandrung, Desa Pakisbaru. "Pelaksanaan gerak jalan napak tilas diperingati setiap tahun genap," kata Haryanto.

Untuk mengenang peranan Pacitan selama perang gerilya, Haryanto sempat beberapa kali mengusulkan pencantuman sebutan 'Kota Gerilya' untuk Kabupaten Pacitan.
Sebutan Kota Gerilya akan serta merta mengingatkan besarnya jasa para pejuang bertaruh nyawa mempertahankan kemerdekaan.

Walaupun usulan tersebut belum tentu terealisasi. Haryanto mengaku tak surut menebar semangat perjuangan.

"Pembangunan infrastruktur memang penting tetapi pembangunan mental generasi juga sama-sama penting. Keduanya harus seiring sejalan," kata Haryanto.


RELATED NEWS