Pedagang Tradisional Bogor Berhak Ajukan Judicial Review Terkait Perda KTR

Redaksi - Rabu, 29 Januari 2020 20:25 WIB
Display Rokok undefined

JAKARTA – Perkara Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) yang menghambat investasi, Pengamat Hukum Universitas Parahyangan, Prof Dr Asep Warlan Yusuf SH MH, menjelaskan langkah yang dilakukan sejumlah pedagang tradisional Bogor dalam mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) sudah tepat.

“Berhak kok untuk mengujinya di MA. Nah pengujiannya akan kelihatan kebijakannya, apakah sudah arif dan adil? Apakah bermanfaat atau nggak? Nanti MA yang akan menilai substansi itu. Daripada berdebat di ruang publik, lebih baik di pengadilan, karena akan lebih terukur. Di tangan ahli, semua akan diukur dalam uji materi itu,” jelas Asep saat dihubungi wartawan di Jakarta (27/01).

Menurut Asep, Pemerintah Daerah tidak boleh sewenang – wenang untuk menghilangkan hak masyarakatnya untuk beraktivitas ekonomi atau kegiatan usaha. “Ya, itu juga harus diperhatikan. Jangan sampai mengurangi hak untuk berusaha. Kan ada hak juga untuk mendapatkannya di ruang publik,” kata Asep.

Seperti diketahui Perda KTR Kota Bogor menimbulkan reaksi pro dan kontra di masyarakat. Sejak awal pembentukan hingga revisi Raperda, terdapat poin yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu PP 109 Tahun 2012. Bahkan, saat revisi Perda dilakukan, poin krusial seperti larangan pemajangan produk tetap dimuat.

Hal tersebut dinilai banyak pihak mengabaikan kesepakatan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan (PUU) melalui jalur non litigasi antara Pemkot Bogor dan para pemangku kepentingan industri hasil tembakau.

Sebelumnya, Kemendagri telah menyatakan bahwa kewenangan saat ini ada di DPRD dalam melakukan pengawasan, memperbaiki atau mencabut Perda. DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislative review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda.

Sementara untuk Perda provinsi yang telah diundangkan, dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota, maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert NA Endi Jaweng berpendapat, langkah yang dilakukan oleh pedagang tradisional Kota Bogor sudah ideal karena Kementerian sudah tidak punya wewenang untuk mencabut Perda.

“Saya tahu bahwa Pemkot Bogor, yang mengeluarkan aturan tersebut, tidak akan mencabutnya. Jadi yang paling masuk akal dilakukan adalah judicial review. Soalnya, ini penting mengingat substansinya adalah kepastian hukum. Kita tidak bicara soal moral, soal setuju atau tidak dengan rokok ya,” ucap Endi.

Endi menambahkan, Perda KTR Kota Bogor tergolong cacat hukum karena bertentangan dengan aturan pusat. Sebelumnya Endi juga telah melakukan kajian mengenai Perda – Perda bermasalah yang menghambat investasi salah satunya Perda KTR.

Bagikan

RELATED NEWS