Perda Bermasalah, KPPOD: Rekomendasikan Omnibus Law

Redaksi - Jumat, 29 November 2019 20:37 WIB
Ilustrasi Peraturan Daerah undefined

Jakarta, 27 November 2019 – Beberapa waktu lalu Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menemukan sejumlah Perda yang dianggap bermasalah. Kesalahpahaman Pemda dalam menafsirkan regulasi nasional membuat banyak Perda yang inkonsisten dengan peraturan nasional. Untuk itu KPPOD memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah pusat, salah satunya penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu yang tercantum dalam berbagai UU ke dalam satu UU melalui Omnibus Law.

Menanggapi persoalan Perda bermasalah, Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo menegaskan, apabila terdapat Perda yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan klarifikasi. “Sekiranya ada perda, contohnya perda KTR yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan kajian (klarifikasi) untuk memastikan bahwa materi muatan yang terkandung didalamnya tidak sesuai dengan perundang - undangan yang lebih tinggi,” tegas Sukoyo.

Sukoyo menjelaskan, kewenangan pembatalan sudah tidak dimiliki oleh Kemendagri. Oleh karena itu DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislatif review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda. “Perlu melakukan penyisiran kembali terhadap materi muatan perda KTR dan perda lain yang tidak ramah dengan investasi,” jelas Sukoyo.

Berdasarkan ketentuan Permendagri 120 Tahun 2018 dalam hal ini Dirjen Otda mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Raperkada) provinsi melalui fasilitasi atau pengkajian dan verifikasi. “Terkait Perda provinsi yang telah diundangkan dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” jelas Sukoyo.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pokok Perda dinyatakan bermasalah. “Pertama karena proses pembentukan Perda minim partisipasi publik. Kedua dari segi muatan regulasi yang menimbulkan dampak ekonomi negatif seperti biaya produksi dan ketiga penanganan Perda oleh Kementerian Dalam Negeri yang dinilai belum optimal karena tidak adanya alat yang ditetapkan Pemerintah pusat untuk menyusun Perda,” jelas Endi Jaweng.

Di sisi lain kata Endi, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan sering kali membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah. Saat ini terdapat peraturan yang saling bertentangan di level pusat, baik antara undang – undang dan regulasi turunannya maupun antar regulasi sektoral. “Hal yang sama terjadi di daerah, dimana sering terjadi kontradiktif dengan regulasi Pemerintah pusat. Kondisi ini pada akhirnya memberikan dampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.

“Pemerintah Daerah perlu memperbaiki ekosistem kerja dan komitmen politik regulator terkait seperti kepala daerah dan DPRD. Selain itu, rekrutmen dan peningkatan kapasitas SDM aparatur berdasarkan sistem merit,” kata Endi Jaweng.

Bagikan

RELATED NEWS