Refleksi Hari Anak Internasional di Tengah Bandai Pandemi COVID-19

SP - Kamis, 25 Juni 2020 22:05 WIB
Dr. Sri Pamungkas, M.Hum., Dosen STKIP PGRI Pacitan, Pemerhati Anak dan Penggerak Literasi Kabupaten Pacitan undefined

Salah satu mementum penting di Bulan Juni ini adalah Hari Anak Internasioanal. Disepakati dalam konvensi International Women Democratic Federation di Moskow, 1949 silam bahwa tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari Anak Internasional. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan persoalan anak-anak di dunia dalam kelangsungan hidupnya dan dewan memutus secara resmi menghormati hak anak, mulai dari hak hidup, pendidikan, kesehatan.

Anak-anak adalah mereka yang berusia 0 hingga 18 tahun. Fase kanak-kanak yang merupakan fase penting dalam kehidupan manusia. Anak-anak harus mendapat hak-hak mereka karena masa perkembangan sangat menentukan kehidupan anak kelak.

Hak-hak anak telah diakui secara internasional. Hak-hak ini dituangkan dalam Konvensi Hak Anak tahun 1989 yang disepakati dalam sidang Majelis Umum PBB ke-44 dan dituangkan dalam Resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Konvensi Hak anak ini merupakan hukum internasional yang mengikat negara peserta termasuk Indonesia.

Dalam Konvensi Hak Anak tersebut, terdapat materi hukum hak-hak anak yang kemudian dikelompokkan dalam empat kategori hak anak. Memastikan anak mendapat hak-hak mereka adalah sebuah kewajiban bagi orang tua dan orang dewasa. Jika anak-anak mendapat hak mereka secara penuh sejak kecil maka kelak negara ini akan memiliki generasi yang hebat. Terdapat empat hak dasar anak yang wajib dilindungi sejak dini sebagai berikut.

  • Hak hidup, yaitu menjaga kualitas hidup anak antara lain dengan menyediakan keperluan sandang, pangan, dan tempat tinggal yang layak dan hak anak mendapat akta lahir.
  • Hak Tumbuh Kembang, bahwa setiap anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, memastikan mendapatkan gizi seimbang serta pelayanan kesehatan yang baik. Terlebih di tengah pandemi COVID-19, anak-anak benar-benar harus dijaga imunitas tubuhnya sehingga tidak rentan terkena sakit, memastikan tidak ada paparan virus sehingga anak-anak juga harus dibiasakan menggunakan masker, dibiasakan mencuci tangan setelah beraktivitas apa pun
  • Hak Berpartisipasi, bahwa anak harus diberikan porsi untuk berkompetisi dan memberikan ruang seluas-luasnya. Anak juga memiliki hak untuk berpartisipasi dan mengeluarkan pendapatnya dalam musyawarah, berkeluh kesah, dan memilih pendidikan sesuai minat dan bakat.
  • Hak Mendapat Perlindungan, bahwa setiap anak harus diberikan jaminan perlindungan apalagi di tengah pandemi COVID-19 seperti saat ini. Berdasarkan data, hingga 18 Mei lalu, jumlah anak yang positif COVID-19 di Indonesia mencapai 584 kasus. Sementara untuk jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) anak tercatat kurang lebih 3.400. Jumlah kasus konfirmasi positif anak yang meninggal sejauh ini mencapai 14 anak. Adapun PDP anak yang meninggal sebanyak 129.

Anak-anak harus menjadi yang pertama dan utama yang diselamatkan dan terhindar dari COVID-19. Pasalnya, merekalah, generasi milenial, generasi Zilenial dan generasi alpha yang kelak akan mewarnai kepemimpinan Indonesia pada dekade selanjutnya.

Seruan pemerintah untuk stay at home bukan berarti ‘pembodohan’ anak didik. Tetapi jauh dari itu, justru upaya ini dilakukan untuk menyelamatkan generasi. Hal pertama dan utama dalam proses pendidikan sebenar-benarnya adalah keluarga, sehingga orang tualah yang saat ini harus berperan banyak hal, menjadi orang tua, guru, sahabat, partner dan mereka pun harus mampu menjadi pribadi yang selalu dirindukan, pribadi yang mengayomi, pribadi yang sejuk kata-katanya dan sejuta harapan demi karakter anak.

Jaminan agar anak-anak tidak terpapar COVID-19 adalah dengan stay at home, studi at home, sehingga sangat disayangkan ketika seruan pemerintah tentang kenormalan baru disalahartikan. Sejumlah orang menganggap bahwa semua telah usai sehingga acuh tak acuh dan lupa kalau mereka hidup di tengah pandemi. Bila lengah, fase ini justru akan menjadi titik rawan dan kemungkinan muncunya klaster-klaster baru tidak akan bisa terbendung. Jangan sampai anak-anak yang menjadi korban karena mereka yang akan menjadi pelaku sekaligus saksi hidup di tahun 2050 nanti, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor 4 di dunia.

Bagikan

RELATED NEWS