Unik! Ada Madu Pahit dari Desa Penggung Pacitan

AZ - Senin, 15 Juli 2019 07:00 WIB
Madu produk Desa Penggung Nawangan yang sudah dikemas undefined

Halopacitan, Nawangan— JMadu biasanya dikenal dengan rasa manisnya, tetapi di Penggung Kecamatan Nawangan Pacitan, ada ,madu berasa pahit yang diyakini memiliki khasiat tersendiri.

Pujo Handoko tampak mengrenyitkan dahi, memejamkan mata dan menjulurkan lidahnya saat mencoba madu lebah dari Desa Penggung. Lelaki yang mengaku baru pertama kali mencicipi madu tersebut tampak tidak percaya bahwa apa yang baru ia rasakan adalah benar-benar produk asli yang diambil langsung dari stup-stup sarang lebah yang ada di kebun dan hutan di wilayah Desa Penggung.

"Ini benar-benar madu?" tanya Pujo, "Kok rasanya manis-manis pahit begini," kata pengusaha bengkel di Solo saat diminta menjadi tester madu lebah Penggung. "Manisnya memang madu, namun pahitnya seperti jamu. Dicampur obat ya?" Setengah bertanya pria paruh baya itu mencoba menyelidik.

Midin, salah satu peternak madu yang tinggal di RT 02 RW 01 Dusun Pagersari Desa Penggung itu tersenyum menanggapi begitu banyak pertanyaan Pujo tersebut. "Orang mungkin belum percaya jika tidak datang sendiri dan melihat langsung proses pengambilan madu di sini," jawabnya.

Menurutnya lebah-lebah yang ada di Desa Penggung bisa menghasilkan tiga rasa yaitu manis, manis pahit dan super pahit. Menurut Midin berdasarkan pengakuan para konsumen justru madu pahitlah yang paling bagus khasiatnya.

"Khasiat yang bagaimana saya juga kurang jelas. Sepengertian masyarakat sini madu itu kan untuk jamu dan vitalitas, mungkin maksud konsumen juga begitu," jelas salah satu pengurus BUMDes di Penggung tersebut sembari tersenyum.

Tidak jelas juga kenapa madu di desa ini berasa pahit. Masyarakat hanya menduga-duga varian nii muncul sebagai akibat banyaknya pohon dengan rasa kecenderungan pahit seperti kopi, jeruk baby, bunga matahari dan beberapa varietas lain yang ada di hutan-hutan wilayah sekitar. "Tumbuhan berbunga yang dibudidaya masyakat Penggung paling hanya kopi, jeruk dan cabai. Selebihnya tanaman liar di hutan," sambung Midin lagi.

Sayangnya, meski memiliki potensi yang luar biasa sebagai sentra madu, terutama di wilayah Dusun Petunggero Atas, dimana hampir tiap rumah memiliki stup yang menjadi rumah lebah, peternak menghadapi beberapa kendala.

Cara beternak yang masih tradisional, semakin berkurangnya lahan hutan yang menyediakan bunga, musim yang semakin tidak menentu dan juga sistem pemasaran masih menjadi tantangan untuk dipecahkan.

Menghadapi tantangan tersebut BUMDes Makmur Abadi bersama Pemerintah desa pun sudah menggandeng dinas terkait di kabupaten dan juga sektor swasta untuk mencari solusi kedepan. Reboisasi hutan, pendampingan terhadap peternak dan BUMDes telah dilakukan.

Terutama dalam hal pemasaran, BUMDes dan masyarakat masih mengandalkan transaksi langsung untuk menjual madu Penggung. Midin sendiri mengaku telah mencoba memasarkan madu penggung dengan sistem online, namun kendala packing dan penolakan dari perusahaan ekspedisi masih menjadi kendala. "Alasannya madu menghasilkan gas bisa meledak, botol kaca berbahaya, apalagi saat panas," ungkapnya. Untuk hal itu teman-teman di BUMDes masih mencari solusi bagaimana baiknya," sambung Midin.

Glodog, rumah lebah buatan di Desa Penggung (Halopacitan/Tomi Herlambang)Glodog, rumah lebah buatan di Desa Penggung (Halopacitan/Tomi Herlambang)

Salah seorang peternak yang lain juga menjelaskan tentang kendala musim yang menjadi penyebab produksi madu tidak stabil. Tuminem, wanita berusia 67 tahun, mengatakan madu bisa dipanen setiap enam bulan sekali, hasil panen terbaik diperoleh saat panen di musim penghujan.

Pada musim penghujan satu glodog (stup) bisa memproduksi dua liter madu, sedangkan saat kemarau rata-rata 0,5 liter. "Tapi akhir-akhir ini musim penghujan selalu lebih pendek, pohon yang berbunga menjadi kurang maksimal, madu yang dihasilkan lebah juga ikut menurun," jelasnya.

Terkait harga jual masyarakat dan BUMDes sepakat menjual madu penggung seharga Rp200.000 untuk botol besar berisi 460 ml dan Rp65.000 untuk botol kecil berisi 135 ml. "Mungkin lebih mahal jika dibandingkan dengan yang lain, namun kami menjamin kualitas dan kemurniannya," kata Tumiyem. "Khasiatnya juga lebih jreeng!" sahut Midin setengah berpromosi.

Bagikan

RELATED NEWS