Saat ini dunia masih dilanda krisi kesehatan pandemic COVID 19. Belum usai program vaksinasi untuk rakyatnya, kini muncul varian baru Covid-19 di beberapa negara. Hal ini menjadi salah satu perhatian semua pihak terkait dampak varian baru tersebut.&nbsp;&nbsp;Berikut penjelasan dari Pokja Genetik FKKMK UGM dan RSUP Dr. Sardjito ,dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA, terkait dampak varian baru Covid-19 terhadap transmisi, keparahan, dan imunitas dalam masyarakat, seperti dilansir dari ugm.ac.id Minggu (6/6/2021).&nbsp;Pada awal kemunculannya, Gunadi menyampaikan bahwa virus ini dinamai dengan 2019-nCoV, kemudian diganti oleh WHO menjadi SARS-CoV-2 untuk menghindari stigma pada negara, kota, atau kelompok tertentu. Lalu, berdasarkan perkembangan ditemukan varian-varian baru di berbagai negara.&nbsp;Varian-varian yang baru ini, menurut Gunadi, menjadi permasalahan karena letaknya pada&nbsp;Receptor Bonding Domain&nbsp;(RBD). RBD ini merupakan bagian langsung dari Protein S yang berikatan langsung dengan&nbsp;Ace2 Receptor&nbsp;pada manusia.&nbsp;&nbsp;Hal tersebut bisa jadi menyebabkan peningkatan dari kecepatan transmisi, keparahannya, hingga bagaimana kemampuannya mengelabui imunitas inangnya.&nbsp;Ia menjelaskan, WHO memberikan label khusus pada tingkat varian baru yang muncul. Ada dua label yang diberikan untuk tingkat varian baru yang muncul tersebut, yang pertama &nbsp;Label&nbsp;Varian of Interest&nbsp;diberikan jika ada mutasi baru kemudian dengan implikasi fenotipnya bisa diduga dan harus terpenuhi satu mutasi menyebabkan transmisi lokal atau menyebabkan&nbsp;multiple&nbsp;klaster atau terdeksi pada beberapa negara. Lalu, jika ditentukan WHO itu sendiri sebagai&nbsp;Variant of Interest&nbsp;dg berkonsultasi terhadap pokja.&nbsp;Selanjutnya&nbsp;Variant of Interest&nbsp;ini bisa naik menjadi&nbsp;Variant of Concern&nbsp;dengan beberapa syarat. Pertama, varian itu jelas meningkatkan transmisinya, secara epidemiologi lebih cepat. Kedua, varian itu menyebabkan meningkatnya virulensi yang menyebabkan semakin parah inangnya, bahkan bisa sampai meninggal. Ketiga, varian tersebut menurunkan efektivitas protokol kesehatan, alat diagnostik, vaksin, dan terapi.&nbsp;“Syarat lain untuk suatu varian mendapat label tentunya tergantung apakah varian tersebut masih bertahan lama. Tidak bisa hanya yang bertahan satu bulan saja. Jadi, jika suatu varian yang sudah menjadi&nbsp;Variant of Concern&nbsp;bisa saja diturunkan jika dampaknya sudah tidak memenuhi persyaratan tadi lagi,” jelasnya.&nbsp;Lebih lanjut, Ia menerangkan sampai saat ini terdapat 4 varian SARS-CoV-2 yang masuk dalam katergori&nbsp;Variant of Concern. Keempatnya adalah&nbsp;B.1.1.7 (ditemukan di UK), B.1.351 (Afrika Selatan), P.1. (Brazil), dan B.1.617.1(India).&nbsp;&nbsp;Kesemua varian tersebut sama-sama meningkatkan transmisi, tetapi dampaknya pada imunitas berbeda-beda (B.1.1.7&nbsp;unclear, B.1.35.1 dan B.1.617.2&nbsp;escape, dan P.1 netralisasi). Sementara untuk meningkatkan keparahan semuanya serupa, kecuali B.1.617.2.&nbsp;“Per 31 Mei kemarin, keempat varian tersebut, karena penyebutannya terlalu rumit, WHO memutuskan menetapkan nama yang lebih mudah berdasarkan alfabet yunani. Nama tersebut yakni Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P.1), dan Delta (B.1.671.2),” ujarnya.&nbsp;Terkait dampak virus Covid-19 secara umum, Gunadi menerangkan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh virus itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh&nbsp;host genetic susceptibility&nbsp;dan&nbsp;host comorbidity.&nbsp;“Covid-19 merupakan&nbsp;multifactorial disorder&nbsp;jadi tidak serta merta manifestasinya ditentukan varian dari virus itu sendiri. Namun, terdapat pula peran genetik karakteristik dan komorbiditas dari pasien itu sendiri. Dengan demikian, dampak yang diterima masing-masing individu juga akan berbeda,” paparnya.&nbsp;

covid 19.jpg

Saat ini dunia masih dilanda krisi kesehatan pandemic COVID 19. Belum usai program vaksinasi untuk rakyatnya, kini muncul varian baru Covid-19 di beberapa negar

Varian Baru Covid-19, Ini Penjelasan Pakar Genetika UGM