Salah satu warga Dusun Duwetan bergegas ke luar rumah
Halo Berita

Air….Air…Air… dan Warga Duwetan pun Berlarian

  •  “Air…air…air….” Segera setelah suara itu terdengar, puluhan warga Duwetan berhamburan keluar rumah mereka dengan cepat bergerak ke arah yang sama. Ada apa? Apakah ada tsunami?

Halo Berita
AZ

AZ

Author

Halopacitan, Pacitan—Bukan. Yang datang memang air, tetapi bukan tsunami yang menakutkan, tetapi justru air yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya.

Teriakan itu menandakan ada pasokan air yang datang ke daerah tersebut. Sesuatun yang ditunggu warga Dusun Duwetan Desa Semanten Pacitan, yang menjadi salah daerah terdampak kekeringan akibat kemarau.

Sebuah mobil tangki air yang membawa Suratno, salah satu petugas PDAM Pacitan kemudian berhenti di depan rumah salah satu warga Dusun Duwetan. “Air...air.. pada ngumpul' teriak Suratno lagi. Tak menunggu lama sejumlah warga berlarian dengan membawa ember, bak, drum dan dan sebagainya.

Setiap hari, Suratno mengirim air dari relawan yang bekerjasama dengan PDAM Pacitan bisa dua sampai tiga kali ke wilayah terdampak kekeringan. Dan pada Sabtu, (29/09/2018) yang dikirimkan Suratno berasal dari relawan 'Komunitas Jumat Berbagi'

"Memang, luar biasa dampak kekeringan di Pacitan, saya mengirim ke wilayah yang bisa dijangkau saja, padahal yang tidak terjangkau juga banyak, karena mobil tangki air tidak bisa masuk," kata Suratno, di sela-sela isi air warga di Dusun Duwetan.

Fitri, salah satu warga di Dusun Duwetan Desa Semanten mengatakan baru sekali ini mendapat kiriman air bersih. "Sekitar hampir dua bulan lalu pernah ada mobil tangki air yang berhenti, tapi kami belum siap untuk penampungan air, dan baru kali ini dapat, soalnya waktu berhentikan mobil tangki yang lain dari BPBD seringnya sudah habis airnya sampai sini," ujar Fitri.

Bantuan air bersih untuk warga Dusun Duwetan Sabtu (29/09/2018) (Halopacitan/Sigit Dedy Wijaya)

Untuk keperluan sehari-hari selain mendapat bantuan air bersih,warga setempat pun harus mencari sumber air di daerah lain, baik menggunakan motor dengan membawa jeriken maupun harus jalan kaki sepanjang 2-3 kilometer dengan membawa ember.

"Kalau air kiriman ini untuk masak saja, kalau mandi, nyuci ya ke belik [mata air] saja, jaraknya sekitar dua kilometer lebih, kadang kalau untuk masak juga minta ke warga daerah lainnya," imbuh Fitri.

Surati, warga lain mengatakan, kemarau kali ini terasa cukup berdampak. Terlebih saaat siang hari yang terik dan debu yang berterbangan membuat suasana tidak nyaman dan mudah letih.

"Biasanya siang cari air, kalau sore cari air bersama warga lain kalau tidak keruh airnya ya kadang harus menunggu antri," katanya. (Sigit Dedy Wijaya)