Penambangan batu di Nguncup
Halo Berita

Batu Nguncup Naik Kelas, Ekonomi Warga Ikut Terangkat

  • Awalnya baru yang ditambang warga Nguncup, Jetis Lor, Nawangan ini hanya digunakan untuk material bangunan, namun kini naik kelas menjadi bahan ornamen yang cukup indah.

Halo Berita
AZ

AZ

Author

Halopacitan, Nawangan—Ditambang di sekitar Gunung Watu Cathak  Dahulu sejak sekitar tahun 1997, batu-batu ini hanya digunakan untuk brokol atau batu gebal guna mencukupi kebutuhan material bangunan.

Setelah ada survei dan dibawa ke Tulungagung, ternyata batuan di wilayah Nguncup tersebut merupakan batuan  sejenis marmer muda berwarna hijau dan lebih dikenal dengan sebutan batu brobos atau baligreen. Meski tidak secemerlang dan sekeras  marmer biasa, batu brobos bisa diolah untuk ornamen memperindah rumah sebagai batu tempel.

Batu Brobos Nguncup terdiri dari dua model yakni polos dan batik. Menurut keterangan Triyanto salah satu pemilik areal tambang batu, untuk saat ini batu yang laku hanya yang batik.

"Kalo dahulu, semua batu laku. Diawal-awal pengambilan untuk bahan baku baligreen ditahun 2008 kami mengirim balok-balok batu brobos semua jenis, tetapi akhir-akhir ini hanya yang batik yang laku. Mungkin mengikuti trend saja,” katanya kepada Halopacitan Rabu (06/02/2019).

Masih menurut Triyanto, rata-rata batu brobos dikirim ke Tulungagung dan masih berbentuk bahan mentah berupa balok-balok batu dalam hitungan kubikasi. "Pengusaha di Tulungagung tidak mau membeli jika dalam bentuk jadi. Selain kalah kualitas pengerjaannya, mereka juga tidak mau rugi karena tenaganya jadi menganggur," jelasnya lagi.

Tetapi di Nguncup sendiri juga ada beberapa orang yang berprofesi sebagai perajin batu tempel, seperti yang dilakukan Sotomo pemilik penggergajian batu dan Sakidi yang masih bersaudaranya.

"Produksi tidak banyak, hanya untuk mencukupi kebutuhan lokal saja luar kota paling wilayah Wonogiri dan Ponorogo. Untuk pemasaran kita terkendala  tempat, Nguncup ini kan jauh dari kota, sedangkan untuk beli tempat di kota uangnya yang tidak ada " ucap Samidi.

Walaupun belum bisa maksimal dalam pengolahan dan pemasaran, tetapi kebutuhan ornamen batu tempel yang cenderung meningkat ini memberi harapan bagi masyarakat Nguncup.

"Sebelum batu brobos ini laku, kami termasuk wilayah yang tertinggal. Alhamdulillah, semenjak batu brobos menjadi komoditas, masyarakat Nguncup khususnya mulai membaik kehidupannya,” ujarnya.

Dia mengatakan ketika tahun 1997-an di Nguncup ini hanya ada tiga orang yang punya sepeda motor dan hanya dua rumah yang mempunyai pesawat televisi. “Sekarang setiap rumah punya motor dan televisi bahkan banyak yang punya armada truk untuk melelakukan pengiriman batu. Yah, saya sangat bersyukur" ucap Triyanto.