Halopacitan, Arjosari—Hari Minggu, biasanya digunakan anak-anak untuk bermain. Tetapi tidak bagi Mahalludin yang justru tampak sibuk mengambil batu dari tengah sungai dan mengumpulkannya di tepi.
Sedikit demi sedikit batu dikumpulkan. Ada rasa gembira dan harapan setiap melihat tumpukan batu yang berhasil dia kumpulkan. Terbayang dia bisa membeli apa yang diinginkan, atau setidaknya menambah pundi-pundi tabungannya.
"Untuk mengisi hari libur saya mencari batu di sungai untuk dijual,hasilnya saya tabung untuk keperluan saya sendiri, kadang kalau saya ingin beli tas,sepatu, baju baru saya tidak minta ke orang tua dan juga nanti untuk keperluan sekolah ke SLTP" ucap Mahalludin dengan nada bangga kepada halopacitan, Minggu (28/01/2018).
Bahkan saking semangatnya, tidak hanya hari libur dia melakukan aktivitasnya ini. Setelah pulang sekolah dia pun terus ke sungai untuk mencari batu. Semua dia lakukan dengan gembira karena dianggap sebagai bagian dari bermain.
“Sebenarnya mencari batu di sungai itu menyenangkan,sambil bermain air bisa mengumpulkan batu, terus kalau sudah terkumpul banyak bisa langsung dijual. Saya juga ingin membantu orang tua, kasihan sama bapak dan mamak sudah tua," imbuhnya.
Untuk satu rit batu yang dia kumpulkan dia jual dengan harga Rp110.000. Butuh setidaknya dua hari untuk dia bisa mendapatkan batu dengan jumlah itu.
Dia berkisah, mulai mencari batu disungai mulai kelas IV SD. Berawal dari iseng bermain di sungai sama teman-temannya, akhirnya mereka mengumpulkan batu-batu dari sungai yang melintas dusunnya tersebut dan dijual.
“Awalnya ketahuan sama bapak dimarahi, tetapi menginjak kelas V SD, saya nekad cari batu sendiri, karena waktu itu saya pingin beli sepatu baru karena sepatu lama sudah koyak dan juga beli baju baru,” kisah anak Dusun Wonosari, Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari tersebut.
Suprapto (61), ayah Mahalludin mengaku tidak bisa mencegah anaknya untuk mencari batu. Kadang dia juga merasa risih karena takut dikatakan memaksa anak bekerja mencari uang. Padahal dia sema sekali tidak menyuruhnya, apalagi memaksanya.
"Saya tidak pernah memaksa anak untuk cari batu di sungai. Biaya sekolah dan uang saku sebenarnya juga sudah saya cukupi,” katanya dengan bahasa Jawa.
“Nggih namung tumbas ageman, kadang tumbas piambak mboten nyuwun kalih bapak ibuke, ( ya cuma beli pakaian kadang beli sendiri tidak pernah minta sama bapak ibunya),” tambahnya.
Dengan kegiatannya ini dia bisa membeli baju dan sepatu baru dengan biaya sendiri.
Suprapto kadang merasa kasihan juga melihat anaknya harus mencari batu. Tetapi saat dilarang terus membantah dan mengatakan ingin membantu orang tua.
“Kadang saya trenyuh ingat omongan Mahalludin yang katanya pingin membantu bapak, kasihan bapak sudah tua,saya masih ingin sekolah yang tinggi" katanya meniru ucapan anaknya.
Mahalludin, memang masih anak-anak, tetapi pikirannya telah jauh menerabas usianya. Dia sudah melihat jauh ke depan, meski tentu saja, dia tetaplah anak-anak yang harus tetap bergembira.(Sigit Dedy Wijaya)