Pacitan merupakan salah satu daerah rawan bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan mencatat sepanjang tahun 2021, tepatnya mulai bulan Januari sampai dengan November 2021, sejumlah 345 kejadian bencana telah terjadi di Kabupaten Pacitan.
Bencana di Pacitan terpotret sangat kompleks, mulai banjir , tanah longsor, tanah ambles, tanah bergerak, gempa bumi dan yang lebih menakutkan lagi Pacitan memiliki potensi Tsunami di 27 desa pesisir. Sementara itu diperkirakan dampak La Nina berpotensi munculnya Hidrometeorologi sebuah bencana yang diakibatkan oleh parameter- parameter meteorologi, seperti curah hujan, kelembaban, temperature dan angin.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan Didik Alih Wibowo mengatakan, jika dilihat dari spesifik teknisnya mulai dari 345 bencana tersebut paling banyak tanah longsor tercatat sejumlah 268 kejadian, angin kencang 33, banjir 8, tanah amblas 6, pohon tumbang 7, kebakaran 21 dan gempa bumi 2 kali kejadian.
“Di awal musim hujan ibaratnya kita diperingatkan, di awal musim hujan ini sudah banyak kejadian bencana alam. Puncaknya nanti Januari dan Februari 2022 kita tingkatkan lagi untuk kewaspadaan”, kata Didik Alih.
Perlu diketahui, sampai dengan bulan November 2021, BPBD sudah mencatat 273 unit rumah rusak, baik itu rusak ringan, sedang dan berat. Adapun untuk sektor jalan ada 22 ruas, talud 14 titik, irigasi 6 saluran dan jembatan ada 2 yang terdampak. Kemudian yang mengganggu sektor pertanian ada 2 area lahan. Sektor pendidikan ada 16 titik lokasi, tempat peribadatan ada 5.
“Intensitas hujan yang terjadi sepanjang tahun 2021 banyak mempengaruhi rusaknya sektor perumahan, jumlahnya cukup signifikan. Ini termasuk potensi yang tidak bisa kita anggap ringan, harus ada persiapan persiapan yang lebih mantap untuk kedepannya”, ujar Didik.
“Pada saat musim kemarau itu terdampak ringan rata rata. Namun ketika musim awal penghujan kejadian menonjol, kerusakannya cukup lumayan di tingkat sedang sampai berat. Bahkan yang parah juga ada, musim penghujan tahun ini tafsiran kami akan lebih tinggi yang terdampak”, imbuh Didik Alih
Meskipun bencana alam selalu terjadi berulang di setiap tahunnya akan tetapi tidak diimbangi dengan peralatan penanggulangan yang standby di BPBD sehingga kondisi itu sedikit menyulitkan untuk kecepatan bergerak saat akan mengevakuasi di tempat kejadian bencana.
“BPBD hanya mengandalkan dari kemampuan sumber daya personil. Ketersediaan peralatan berat untuk penanganan darurat atau peralatan evakuasi yang standby di BPBD memang kami tidak punya sampai saat ini, peralatan standby di kami hanya peralatan personil sehingga setiap kali ada kejadian berat, BPBD ada jeda waktu untuk melakukan penanganan”.
Dalam hal penanggulangan bencana yang terjadi dengan kedala tidak adanya peralatan berat yang standby atau melekat di BPBD Didik Alih menyampaikan, “Kita merapatkan barisan konsolidasi dengan dinas dinas vertikal untuk bagi tugas dalam memperkuat sektor penanganan, sedangkan BPBD harus menjadi personil yang pertama kali datang di tempat kejadian. Untuk itu selama kita di masa rawan bencana dan kita harus siaga sampai puncak musim hujan Februari 2022 kita turunkan personil di 12 wilayah Kecamatan rawan bencana”, kata Didik Alih mengakhiri.