
Kecap Sri Rejeki Berawal dari Membantu Prajurit PETA
Nama Sri Rejeki di Pacitan identik dengan kecap. Tetapi tidak banyak yang tahu bagaimana usaha ini membangun dari nol, bahkan dimuali dari era sebelum kemerdekaan Indonesia.
Halo Kuliner
Halopacitan,Pacitan--Sukatmi adalah sosok awal di balik berdirinya usaha kecap legendaris ini. Awal mula usaha dimulai pada tahun 1950. Kemampuannya membuat kecap berawal ketika membantu prajurit Pembela Tanah Air atau PETA. Sebuah pasukan yang dibentuk oleh Jepang dan berisi pemuda Indonesia.
Saat membantu tersebut kemudian Sukatmi mendapat pelatihan untuk membuat kecap. Ilmunya terus diterapkan hingga akhirnya ketika Indonesia merdeka, dia memberanikan diri untuk menjadikan produksi kecap sebagai usaha pribadi. Dia membuka usahanya di lingkungan Kelurahan Pacitan, Kecamatan Pacitan.
Usaha ini terus dilanjutkan secara turun-temurun. Pada tahun 1996 anaknya Sri Kustami (51) yang meneruskan usaha ibunya tersebut.
“Dulu ibu saya menjalankan usaha ini hasil uang pinjaman dari petani gula merah. Ya kalau hasil produksi kecap terjual semua baru dikembalikan uang pinjamannya.'' cerita Sri Sustami pada Halopacitan Sabtu (13/01/2108)
Dalam hal pengemasan jika dulu masih menggunakan botol kaca maka sekarang sudah menggunakan botol plastik.
''Kami sudah mengantongi izin usaha produksi. Hak atas nama merk Sri Rejeki dan sertifikat halal dari MUI sudah kami dapatkan.'' jelas Sri Kustami.
Dari tahun ke tahun produksi maupun penjualan kecap ini tidak mengalami kendala berarti, meskipun Indonesia dilanda krisis pun usaha ini tetap lancar. Hanya jika datang musim kemarau, terkadang bahan baku untuk gula merah mengalami kendala. ''Kalo semua bahan baku, kita usahankan untuk mencari dari petani lokal Pacitan,'' tambah Sri Kustami.
Banyak pembeli yang datang dari luar kota, kebanyakan untuk oleh-oleh untuk kerabat yang jauh. Sampai saat ini usahanya cukup meningkat, dari menambah karyawan yang sekarang berjumlah tujuh orang hingga perluasan tempat produksi.
Usaha ini dilakukan dalam skala rumah tangga. Jadi jangan bandingkan tingkat produksinya dengan kecap-kecap produksi pabrik besar. Dalam sehari mereka bisa memproduksi sampai 260 botol perhari dengan harga bervareasi seperti Rp15.000 untuk botol 600ml dan Rp10.000 untuk botol 330ml. Sementara untuk botol 135ml di patok Rp6.000.
''Kalau penghasilan, saya mendapatkan laba bersih 15persen perhari dari penjualan. Ya kalo produksi hari ini habis semua untungnya juga lumayan,'' papar Ibu dua orang anak ini.
Tetapi karena masih diolah secara tradisional inilah yang menjadikan kecap Sri Rejeki memiliki rasa khas yang tidak dimiliki kecap yang dibuat dalam skala produksi besar.
Dari hasil hasil usaha produksi kecap Sri Kustami mampu mendirikan rumah kos dan ingin lebih mengembangkan usahanya sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Dia berharap ke depaannya ada pihak yang membantu untuk pemasaran keluar kota.
"Untuk pemasaran keluar kota masih sedikit sulit. Saya meminta peran Pemerintah dan rekan - rekan pengusaha seperti saya untuk membantu dalam hal pemasaran ke luar kota,'' harap Sri Kustami. (Roby Hermanzah)
