Terowongan yang ditinggalkan begitu saja di pertambangan emas Gunung Tumo
Halo Berita

Luka Gunung Tumo dan Kisah Para Pengais Emas di Pertambangan Tua

  • Matahari bersinar dengan sempurna hingga panasnya benar-benar terasa menyengat. Bagi beberapa orang, hal itu bukan halangan untuk bergulat dengan tanah dan batu di sebuah hamparan tanah. Mereka berharap bisa menemukan butiran emas di lahan gersang tersebut.

Halo Berita
AZ

AZ

Author

Halopacitan, Punung—Bidang tanah yang terletak di Gunung Tumo, Dusun Grening, Desa Kebonsari Kecamatan Punung itu penuh dengan lubang-lubang menganga. Sebagian jelas terlihat bukan lubang baru, tetapi telah ada sejak lama.

Di bagian lain terlihat sebuah terowongan tua sepanjang kurang lebih 12 meter juga terlihat dengan kayu-kayu penyangga terowongan juga terlihat sudah tua dan lapuk.

 Itulah sekilas gambaran area yang pada masa lalu telah dijadikan tambang emas. Era sekitar tahun 1990-an, pertambangan ini begitu ramai. Setiap hari alat berat mengeruk bebatuan kemudian diangkut puluhan truk entah dibawa kemana.

Namun kini area itu telah ditinggalkan dengan luka-luka menganga dibiarkan begitu saja di Gunung Tumo. Hampir tidak ada upaya konservasi lingkungan yang sebenarnya merupakan kewajiban dari sebuah pertambangan. Ibarat gadis yang direnggut kesuciannya, lantas ditinggal begitu saja.

Beberapa warga kemudian mengadu keberuntungan untuk mencari sisa-sisa butiran emas yang masih tersisa.   “Dulu waktu saya masih muda sekitar tahun 1995 saya datang kes ini. Tempat ini sudah di keruk emasnya menggunakan bego dan hasil tambangnya diangkut, tapi tidak tahu dibawa ke mana,” kata Umir warga Tasikmalaya yang tinggal di Dusun Grening.

Seingat dia, daerah ini terahir dikeruk sekitar tahun 1997. “Setelah itu warga sekitar mengambil sisa-sisanya tapi udah sulit nyari bijih emasnya,” kata Umir yang juga masih terus mencari emas di wilayah tersebut.

Untuk memperoleh emas, warga melakukan pemilahan menggunakan ayakan, pada tanah dan batu-batu yang berserakan. Hasil ayakan itu dibawa pulang untuk diolah di rumah. Tak jarang beberapa warga nekat memasuki lorong bawah tanah tua untuk mengais bebatuan dengan harapan mendapatkan kandungan emas yang lebih banyak.

Untuk memisahkan bijih emas dari mineral bebatuan lainya warga menggunakan merkuri. Namun penggunaan merkuri mulai dikurangi, karena beberapa tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Pacitan, melakukan pemahaman tentang bahaya penggunaan merkuri.

Tidak banyak warga yang secara rutin memburu sisa-sisa emas di pertambangan tua ini. Sebagian warga tetap memilih menjadi petani sebagai sumber penghasilan utama mereka.

 “Ada beberapa warga tetapi sudah enggak banyak, sekitar sembilan orang kadang lebih, biasanya berangkat sekitar jam 10.00 WIB,” kata Kadirin (50) salah seorang warga pencari rumput di sekitar Gunung Tumo.

Lantas berapa emas yang bisa mereka dapat? “ kalau lagi bejo [beruntng] ya dapat 250 miligram, kadang 100 miligram, waktu lagi kena sial kadang juga enggak dapat, walaupun seharian nyari,” ucap Eko Purwanto (33) salah seorang pencari emas.

Rata-rata dalam sehari ia dapat menghasilkan 150  miligram emas. Itu artinya, untuk mendapatkan satu gram emas, seorang penambang membutuhkan waktu sekitar tujuh hari.

Purwanto menambahkan kebayakan warga mencari emas di tempat itu karena sawah mereka kering hingga tidak menghasilkan tanaman.

“Cari emas hanya sampingan saja, kalau musim hujan ke sawah, sekarang sawahnya lagi kering tidak ada air sama sekali, jadi ya cari-cari emas di bekas tambang,” tambahnya menceritakan.