Mbah Sikas, satu dari segelintir dukun bayi yang masih tersisa di Pacitan
Halo Berita

Mbah Sikas dan Hari-Hari Terakhir Keberadaan Dukun Bayi

  • Bagi Anda yang saat ini berusia di atas 40 tahun dan lahir di desa, dukun bayi mungkin menjadi sosok penting yang membawa Anda lahir ke dunia ini. Tetapi seiring waktu, profesi ini benar-benar telah langka.

Halo Berita
AZ

AZ

Author

Halopacitan, Pacitan— Mbah Sikas warga RT 02 RW 02 Dusun Krajan Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari Pacitan ini menjadi satu dari segelintir dukun bayi yang masih tersisa. Itupun sekarang tidak lagi membuka ‘praktik’ penuh.

Wanita berusia 90 tahun tersebut telah memutuskan untuk tidak melayani kelahiran dalam 10 tahun terakhir. Layanan yang diberikan sebatas perawatan ibu pascamelahirkan seperti urut.

Bukan usia yang menjadi alasan, utama yang membuat dia tidak lagi membantu kelahiran karena ada pesan dari dokter dan bidan agar hal tersebut sebaiknya tidak dilakukan lagi. Karena sesuai standar kesehatan, proses kelahiran minimal dibantu oleh seorang bidan. Sikas, sebatas mengantakan ke bidan saja.

"Kurang lebih sepuluh tahun lebih, saya diwanti-wanti sama dokter dan bidan, harusnya dibawa ke bidan kalau ada ibu mau melahirkan. Saya cuma nurut, setelah itu ya banyak yang datang ke rumah minta pertolongan, saya akhirnya mengantarkan ke bidan,” kata Sikas dalam bahasa jawa krama saat ditemui Halopacitan di rumahnya Kamis (28/03/2018).

Ibu yang hendak melahirkan itu mengaku merasa lebih tenang kalau didampingi Mbah Sikas, karena khawatir melahirkan di tengah jalan. Dan kasus semacam itu beberapa kali terjadi, hingga Mbah Sikas yang melakukan pertolongan kelahiran. “Sama kalau misalnya sudah pulang [dari bidan atau dokter] biasanya saya juga diminta ke rumah yang melahirkan itu,” tambahnya.

Mbah Sikas memiliki sembilan saudara, tetapi hanya dirinya yang memiliki naluri kemampuan turun-temurun dari leluhurnya dalam memberikan pertolongan kepada ibu yang mau melahirkan.

Kemampuan ini didapat dari ibunya yang juga berprofesi sebagai dukun bayi. Setelah ibunya meninggal, dia yang melanjutkan tugas tersebut.

Sebelum dia diminta untuk berhenti sepuluh tahun yang lalu, setiap bulan rata-rata ada 3-4 ‘pasien’ yang dia tolong tanpa bantuan bidan. Seandainya saja tidak ada pesan dari dokter dan bidan, ia mengaku masih sanggup memberikan pertolongannya kelahiran.

Berapa bayaran yang dia terima untuk sekali proses kelahiran? Dalam hal ini dia memegang teguh pesan mendiang ibunya dahulu. “Besok kalau ada yang minta pertolongan membantu melahirkan, kalau dikasih [upah] ya Alhamdulillah, tidak dikasih ya Alhamdulillah, tetapi jangan sekali-kali minta dan jangan sekali-kali menyebut harga,” kata Mbah Sikas mengutip pesan ibunya.

Sejak itu dia pun tidak pernah meminta imbalan ketika memberikan pertolongan, biasanya hanya keikhlasan dari yang meminta pertolongan.

"Biasane ya dikasih Rp200.000-Rp300.000, tidak mesti, saya juga tidak minta, tidak pernah mematok harga,” tambahnya masih dalam bahasa Jawa.

Sikas mempunyai tujuh anak laki-laki dan satu perempuan. Menurutnya tidak ada satupun dari kedelapan anaknya tersebut yang mewarisi naluri sebagai dukun bayi.

Dia juga mengatakan naluri semacam ini tidak bisa diajarkan ke orang lain. “Tidak bisa ditularkan ke orang lain karena pesannya simbah-simbah dulu memang begitu, hanya bisa ditularkan ke anak keturunan,” ujarnya.

Mbah Sikas, mungkin termasuk manusia dengan profesi langka. Juga menggambarkan bagaimana sesuatu yang pada masa lalu begitu hebat, akhirnya seiring waktu akhirnya tersingkir juga. Dan mungkin, Sikas adalah generasi terakhir dari dukun bayi, sebelum ilmu yang diwariskan para leluhur tersebut akhirnya punah dari muka bumi ini.  (Sigit Dedy Wijaya)