
Memberi Ruang Dokar Pacitan untuk Terus Berderap
Tik…tak…tik…tak suara derap kaki di atas aspal terdengar khas ketika Suliyan melintasi jalanan di sekitar Arjowinangun dengan dokarnya. Sang kuda warga cokelat pun berhenti di depan Pasar Arjowinangun ketika tali kekang ditarik sang kusir.
Halo Berita
Halopacitan, Pacitan—Suliyan tampak santai duduk di atas dokarnya menunggu penumpang yang datang untuk menggunakan jasa transportasi tradisional tersebut. Namun sampai beberapa lama, belum juga ada penumpang yang datang. Sebuah dokar dengan ditarik kuda putih juga datang dan berhenti di depan dokar Suliyan.
Namun pria berusia 70 tahun tersebut tetap terlihat santai. Seperti tuannya, kuda yang menarik dokar itupun juga tampak tenang. Dia menyadari sepenuhnya, dokar yang dulu menjadi salah satu alat transportasi utama, kini memang semakin tidak populer karena digeser oleh kendaraan yang semakin modern.
"Kalau dulu andong bisa 40 lebih, penumpang pun juga banyak, kalau sekarang tinggal sekitar 15-an, dan penumpang pun juga jarang," kata kusir dokar dari Desa Banjarsari tersebut saat berbincang dengan Halopacitan, Senin (16/04/2018).
Lelaki dua anak ini mengaku mulai menjadi kusir andong sejak bujangan sekitar tahun 1968 sampai sekarang. Dalam sehari, penghasilannya berkisar Rp20.000-Rp30.000 per hari yang sebenarnya juga tidak mencukupi untuk hidup karena harus digunakan untuk perawatan dan makan kudanya.
"Sekitar tahun 80-90 an sehari bisa bawa pulang Rp70.000-Rp100.000 sementara saat itu sandang, pangan papan masih murah,” katanya. Bahkan penghasilan sebagai kusir dokar saat itu bisa digunakan untuk membeli sawah dan menyekolahkan anak, serta menabung. Sementara sekarang, untuk menutupi kebutuhan, dia juga menggarap sawah yang dia miliki.
Selama menjadi kusir Ia sudah empat kali ganti kuda, dan kuda yang dipakai saat ini dibeli pada tahun 1987, dari teman kusir seharga Rp500 ribu,"Kalau sekarang sekitar Rp10 jutaan, untuk perlengkapan dokarnya saya beli jadi dari teman kusir, harga Rp5 juta, dan misal ada kerusakan seperti sepatu kuda dan dokarnya ada pande atau bengkelnya di Desa Sukoharjo,” ujarnya. Dia menamabahkan harga sepatu satu biji sepatu kuda sekitar Rp7.000.

Dokar Pacitan (Sumber: Halopacitan/Sigit Dedy Wijaya)
Mengenai tarif penumpang ia mengaku tidak pernah matok harga, hanya seikhlasnya saja, biasanya kalau dekat atau seputaran kota ada yang kasih Rp3.000 hingga Rp5.000, kadang juga lebih, tidak pasti," pungkasnya.
Suliyan dan dokarnya adalah gambaran bagaimana sesuatu yang tradisional kerap tak berdaya tergilas roda zaman. Tetapi, sebenarnya tidak selalu demikian. Pacitan yang berkembang menjadi daerah wisata, sebenarnya menjadikan dokar memiliki peluang untuk bertahan sebagai kendaraan wisata.
Salah satu contoh terlihat di Yogyakarta, di daerah ini, andong yang juga ditarik kuda, masih bisa eksis bertahan dan menjadi kendaraan favorit turis. Jika Andong bisa bertahan, kenapa dokar tidak? Selama diberi ruang dan kesempatan, roda dan kuda dokar Pacitan akan terus berderap. (Sigit Dedy Wijaya)
