Halopacitan, Pacitan— Dengan struktur tanah di perbukitan dan batu padas, mencari sumber mata air untuk membuat sumur tidaklah mudah. Terlebih bagi masyarakat yang tidak memiliki teknologi canggih untuk melakukan hal itu.
Warga mengandalkan cara tradisional warisan nenek moyang. Mereka menggunakan bantuan dedaunan untuk mencari titik di mana sumur akan digali.
Menurut Sahri,warga Dusun Brangkal,untuk mengetahui area tersebut terdapat sumber mata air atau tidak, caranya menggunakan daun Jati atau daun pisang,
Daun-daun tersebut ditaruh di beberapa titik semalam suntuk. Paginya, mereka akan melihat daun-daun tersebut. Jika terdapat banyak uap air di daun, maka berarti di bawahnya terdapat sumber atau aliran air.
"Biasannya kalau ada embun yang nempel pada daun jati bagian bawah berarti ada sumbernya, semakin banyak embun yang menempel, berarti di bawah tanah tersebut sumber airnya juga banyak. Tapi kalau daunnya tetap kering berarti tidak ada sumber air di bawah daun tersebut jadi harus mencari lokasi lain untuk membuat sumur," katanya kepada Halopacitan Jumat (20/04/2018).
Bagi masyarakat perbukitan mendapatkan air bersih tidak mudah, apalagi jika musim kemarau. Untuk mendapatkan air sebagian warga dusun Brangkal andalkan sumber mata air pegunungan selain itu juga membuat sumur di tanah atau area yang memang banyak sumbernya.
Sebelumnya sekelompok warga secara berpatungan menggunakan diesel untuk mengalirkan air dari sebuah mata air di daerah tersebut yang kemudian dialirkan ke beberapa kelompok warga. Namun karena mesin pompanya sering rusak, dan untuk biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit, akhirnya sebagian dari kelompok warga tersebut memilih membuat sumur untuk kebutuhan MCK.
"Pompanya sering rusak, jadi pilih buat sumur sendiri saja,"ujar Misno warga Dusun Brangkal yang tengah membuat sumur.
Dia pun mengakui mencari sumber air bukan hal yang mudah, apalagi menggalinya. Setelah melakukan pencarian dia menggali di sebuah titik yang dulunya diyakini sebagai bekas aliran sungai tetapi tertimbun longsor pada tahun 1950-an.
“Tempat di mana saya membuat sumur ini dulunya aliran sungai dan ternyata benar, baru menggali dapat dua meter sudah keluar sumbernya airnya, “ katanya.
Sebagian warga lain memilih untuk mengandalkan sumber mata air alami yang ada di wilayah tersebut yakni Belik Kali Tlogo yang tidak pernah mati untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari. “Kalau sudah musim kemarau panjang ya ke Belik Kali Tlobelik kali tlogo yang tidak pernah kering airnya. Karena disini belum terjangkau PDAM,” ujar Sahri, salah satu warga. (Sigit Dedy Wijaya)