Halopacitan, Pringkuku – Watukarung yang terletak di Kecamatan Pringkuku memiliki salah satu objek andalan yang dikenal sebagai Pantai Watukarung. Berbeda dengan objek wisata pantai lain yang lebih sering menawarkan keindahan, Watukarung menawarkan tantangan yang berbeda.
Selain keindahan nan menawan, Pantai Watukarung menjadi daerah yang diburu oleh para atlet surfer kelas dunia karena deburan ombaknya yang besar serta lokasinya yang pas.
Jangan heran, atlet surfer dunia seperti, Bruce Irons Amerika, Filipe Toledo Brazil, Anthony Walsh Amerika kerap datang untuk menaklukkan gelombang tinggi . Bahkan Robert Kelly Sleter juara Worlf Surf 11 kali dari Amerika datang ke Watukarung.
Seorang surfer berjalan di Pantai Watukarung (Halopacitan/Eko Prasetyo)
“Masih banyak lagi atlet pro surfer dunia yang terus berdatangan untuk mencoba kerasnya ombak Wwatukarung, setiap bulan Mei sampai Oktober," ucap Yayak Antara (40) salah satu surfer dan fotografer Pacitan. Kamis, (11/10/2018). Mei sampai Oktober dipilih karena cuaca yang cocok untuk melakukan surfing.
Pantai Watukarung memiliki karakter ombak kategori ‘hard’ atau sulit sehingga tidak direkomendasikan untuk surfer pemula. “Para surfer yang mencoba berselancar haruslah memiliki skill dan adrenalin yang tinggi,” tambahnya.
Ditambah dengan keasrian alam dan keramahan penduduk khas Jawa, menjadi sangat wajar warga asing melihat Watukarung sebagai potensi besar di masa depan hingga mereka pun berusaha memiliki tanah di wilayah tersebut meski dengan mensiasati aturan.
" Masyarakatnya ramah-ramah, alamnya juga sejuk, serasa adem ayem, apalagi pantainya bikin strees jadi hilang," kata Anita (22) salah seorang pengunjung.
Potensi tinggi Watukarung juga mulai terlihat pada pendapatan desa. Setyowati (30) bendahara desa setempat mengatakan selama tahun 2016 total pemasukan dari bagi hasil retribusi dari Watukarung mencapai sekitar Rp12,8 juta. Angka ini naik hampir dua kalilipat pada 2017 menjadi sekitar Rp 23,5 juta. “Sampai triwulan kedua bulan juli tahun ini sudah mendapat sebesar Rp11.768.369," katanya.
Namun jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total pendapatan desa Watukarung. Pada 2017 misalnya, pendapatan desa ini mencapai sekitar Rp1,6 miliar yang sebagian besar bersumber dari dana desa yakni 46,73%. Sementara pendatapan Watukarung tegabung dalam bagi hasil pajak dan retribusi daerah yang hanya menyumbang 1.47%. Hal ini menggambarkan sebenarnya potensi Pantai Watukarung yang sangat besar tetaplah menjadi harta karun yang masih terpendam.
Nelayan Pantai Watukarung (Halopacitan/Eko Prasetyo)
Pengelolaan dan pemeliharaan Pantai Watukarung sendiri masih dilakukan secara berama-sama dan tidak berada di bawah lembaga khusus semacam Badan Usaha Desa. Menurut Yayak Antara klub surfing dengan menggandeng masyarakat sekitar yang didukung oleh Roman Gelber Desa Limasan biasanya yang bertanggungjawab atas kebersihan pantai.
“Kami meminta dukungan dari berbagai pihak terkait untuk menjadikan pantai Watukraung sebagai pantai terbersih se-jawa," imbuhnya.
Watukarung memang merupakan harta karun terpendam. Pertanyaannya, apakah harta karun itu akan bermanfaat bagi masyarakat atau justru lebih dikuasai oleh orang asing dan jadi objek rebutan penguasa? Semua kembali ke sikap masyarakat itu sendiri. Dan nasib harta Watukarung harus ditentukan sejak sekarang. (Eko Prasetyo).