Ilustrasi: Chairil Anwar
Halo Berita

Mengenal Lebih Dekat Sosok Chairil Anwar

  • Hari ini 28 April, Indonesia memperingati Hari Puisi Nasional. Hari Puisi Nasional  diperingati tiap tahun sekaligus mengenang wafatnya penyair Angkat
Halo Berita
Rahmat Deny

Rahmat Deny

Author

Hari ini 28 April, Indonesia memperingati Hari Puisi Nasional. Hari Puisi Nasional  diperingati tiap tahun sekaligus mengenang wafatnya penyair Angkatan 45,  Chairil Anwar. Tanggal 28 April 1949, tepatnya 72 tahun yang lalu, Chairil Anwar tutup usia. 

 

Mengenal sosok Chairil Anwar

Seperti dilansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, Chairil Anwar lahir pada tanggal 22 Juli 1922 di Medan, Sumatra Utara. Chairil Anwar mengenyam pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar pada masa Belanda, yaitu Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Medan. 

 

Setelah tamat dari HIS, Chairil Anwar meneruskan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Medan, sebuah sekolah setingkat dengan SLTP. Ia tidak menamatkan MULO Medan itu. Dia hanya sampai kelas satu. 

 

Selanjutnya, ia pindah ke Jakarta dan masuk kembali ke MULO di Jakarta. Walaupun ia masih bersekolah di MULO, buku-buku untuk tingkat HBS (Hogere Burger School) sudah dibacanya. Di Jakarta, Chairil Anwar hanya dapat mengikuti MULO sampai kelas dua. Setelah itu, Chairil Anwar belajar sendiri (autodidak). 

 

Dia giat belajar bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jerman, sehingga akhirnya ia dapat membaca dan mempelajari karya sastra dunia yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing itu. Chairil Anwar hanya seorang penyair dan hidup dengan menyair. 

 

Dia mendapat uang dari hasil menulis sajak. Pada bulan Januari—Maret 1948, ia bekerja menjadi redaktur majalah Gema Suasana. Namun, karena merasa tidak puas, ia mengundurkan diri dari pekerjaan itu. 

 

Dia kemudian bekerja sebagai redaktur di majalah Siasat sebagai pengasuh rubrik kebudayaan "Gelanggang" bersama dengan Ida Nasution, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Ia merencanakan untuk mendirikan sebuah majalah kebudayaan yang bernama Air Pasang dan Arena. Namun, rencana itu belum juga terwujud hingga Chairil Anwar meninggal dunia. 

 

Pada tanggal 23 April 1949 ia diopname di CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) karena sakit paru-paru. Pada tanggal 28 April 1949 Chairil Anwar meninggal dunia pukul 14.30. di usia 27 Tahun. Jenazahnya dimakamkan pada tanggal 29 April 1949 di Pemakaman Umum Karet, Jakarta Selatan, dengan memperoleh perhatian besar dari masyarakat. 

 

Kegemaran Menulis Chairil Anwar

Pengalaman menulis Chairil Anwar dimulai pada tahun 1942 ketika ia mencipta sebuah sajak yang berjudul Nisan. Dia menulis sampai dengan akhir hayatnya, yaitu pada tahun 1949. 

 

Pada tahun 1949 itu ia menghasilkan enam buah sajak, yaitu Mirat Muda, Chairil Muda, Buat Nyonya N, Aku Berkisar Antara Mereka, Yang Terhempas dan Yang Luput, Derai-Derai Cemara, dan Aku Berada Kembali

 

Kesungguhan Chairil untuk mencipta didukung oleh kesungguhannya mempelajari sajak-sajak para pujangga terkenal dari luar negeri. Istrinya, Hapsah, mengatakan bahwa jika Chairil Anwar berada di rumah, tidak ada lain yang diperbuatnya kecuali membaca, sampai di meja makan pun ia membawa buku, menyuap nasi sambil membaca. Di tempat tidur juga begitu, ia selalu membaca sajak-sajak dan berusaha memberikan pengertian. 

 

Hal itu dapat dilihat dari hasil salinannya menerjemahkan sajak-sajak sastrawan asing. Dia menyalin sajak R.M. Rilke (Jerman), H. Marsman (Belanda), E. du Perron (Belanda), dan J. Slauerhoff (Belanda), serta Nietzsche (Jerman). Dia menerjemahkan sajak De Laatste Dag Der Hollanders op Jawa karya Multatuli dengan judul Hari Akhir Olanda di Jawa. Dia juga menerjemahkan sajak The Raid karya John Steinbeck (Amerika) dengan judul Kena Gempur. Sajak yang berjudul Le Retour de l'enfant Prodigue karya Andre' Gide (Perancis) diterjemahkannya dengan judul Pulanglah Dia Si Anak Hilang. Selain itu, Chairil Anwar juga telah menerjemahkan karya John Cornford (Inggris), Hsu Chih Mo (Cina), Conrad Aiken (Amerika), dan W.H. Auden (Amerika). Selama enam setengah tahun sejak tahun 1942--1949, Charil Anwar telah menghasilkan 71 buah sajak asli, 2 buah sajak saduran, 10 sajak terjemahan, enam prosa asli, dan 4 prosa terjemahan. 

 

Menurut pengakuan Chairil Anwar sendiri, menulis sebuah sajak tidak dapat sekali jadi. Setiap kata yang ditulis harus digali dan dikorek dengan sedalam-dalamnya. Semua kata harus dipertimbangkan, dipilih, dihapus, dan kadang-kadang dibuang, yang kemudian dikumpulkan lagi dengan wajah baru. 

 

Peranan Chairil Anwar dalam Perkembangan Sastra Indonesia 

Tentang peranan Chairil Anwar dalam perkembangan sastra Indonesia sudah banyak orang mengupas dan mengemukakannya. Chairil Anwar dikenal sebagai pelopor Angkatan '45. Dia berjasa dalam melakukan pembaharuan puisi Indonesia. Dalam kedudukan dan peranannya itu, Chairil diagung-agungkan dan dipuji-puji orang. 

 

Pembaharuan Chairil Anwar dijelaskan oleh H.B. Jassin dalam berbagai kesempatan. Dalam bukunya yang berjudul Pengarang Indonesia dan Dunianya (1983) yang diterbitkan oleh PT Gramedia, H.B. Jassin mengatakan bahwa apabila membaca sajak-sajak Chairil Anwar, selalu kita merasa terpesona dan tidak bosan-bosannya. Setiap kali kita membacanya, pikiran kita mengembara jauh dan selalu kita menemukan sesuatu yang baru, atau sesuatu yang sebelumnya tidak kita lihat, atau kita lihat dengan mata yang lain dari sudut yang lain. 

 

Teeuw mengatakan bahwa dalam karya Chairil Anwar terdapat keanekaragaman, suatu ciri yang khusus bagi suatu kepribaian yang sedang dalam pembentukan, yang menempuh kehidupan dengan penuh gairah. Chairil Anwar tetap merupakan tenaga yang hidup dan nyata dalam pembangunan Indonesia. Melalui kepribadiannya dan puisinya, ia memberikan sumbangan terhadap pembentukan Indonesia baru, dan menolong memberikan arah kepadanya. Dia terutama mempertahankan cita-cita mulia tentang bahasa Indonesia dalam bentuk hubungan yang paling dalam, yaitu puisi. 

 

Komentar A. Teeuw ini disampaikannya dalam bukunya yang berjudul Sastra Baru Indonesia 1 (1978) yang diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Flores. Sajak-sajaknya telah banyak diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing. 

 

Paling awal Dolf Verspoor menerjemahkan sejumlah sajak Chairil Anwar ke dalam bahasa Belanda. Nyonya Dickinson menerjemahkan sajak Chairil ke dalam bahasa Inggris. Burton Raffel dan Nurdin Salam menerjemahkan sajak Chairil ke dalam bahasa Inggris. L.C. Damais menerjemahkan lima belas buah sajak Chairil Anwar ke dalam bahasa Prancis. 

 

Karya Sajak Chairil Anwar

Sajak-sajak Chairil Anwar itu terkumpul, antara lain (1) Deru Campur Debu (1949) yang diterbitkan oleh Penerbit Pembangunan, Opbuow, Jakarta, (2) Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus, (1949) yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Jakarta, dan (3) Aku Ini Binatang Jalang (1986) yang diterbitkan oleh PT Gramedia, Jakarta.