
Mengintip Taman Nasional Tanjung Puting, Rumah Perlindungan Terakhir Orangutan
- Meningkatnya perambahan dan tambang ilegal di sekitar TN Tanjung Puting menjadi ancaman serius bagi program konservasi orangutan.
Halo Berita
JAKARTA - Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) kembali menjadi perhatian publik setelah para aktivis dan pemerhati lingkungan mengungkapkan kekhawatiran mengenai semakin menyempitnya ruang hidup orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus). Tekanan dari berbagai aktivitas manusia di sekitar area konservasi dinilai makin mengancam keberlangsungan spesies tersebut.
Selama ini, TNTP dikenal sebagai habitat penting sekaligus salah satu kawasan perlindungan terakhir bagi orangutan Kalimantan, dengan perkiraan populasi mencapai 30.000–40.000 individu yang hidup di dalam maupun di sekitar taman nasional. Selain berstatus Cagar Biosfer UNESCO dan Situs Ramsar, kawasan ini juga menjadi pusat rehabilitasi orangutan terbesar di Indonesia.
Di dalam kawasan taman, kondisi hutan dilaporkan masih relatif terjaga dengan tingkat regenerasi vegetasi yang baik. Namun, ancaman dari luar batas TNTP terus meningkat.
- 5 Rekomendasi Smartphone yang Aman untuk Mata Sensitif, Tidak Bikin Mata Lelah!
- 8 Cara Ampuh Tingkatkan Fokus di Era Serba Distraksi
- 10 Rekomendasi Tanaman Pengusir Nyamuk, Tak Perlu Lagi Pakai Lotion dan Obat Anti-Nyamuk!
Berdasarkan laporan tanjungputingnp.org, dikutip Rabu, 3 Desember 2025, perambahan hutan untuk perkebunan sawit, pertambangan, serta aktivitas tambang emas ilegal di zona penyangga disebut sebagai faktor yang paling mengkhawatirkan. Pencemaran sungai akibat merkuri tambang emas serta konflik manusia–satwa meningkat seiring menyusutnya habitat alami.
Organisasi konservasi menilai bahwa alih fungsi hutan skala besar oleh perusahaan sawit dan tambang merupakan penyebab utama penurunan populasi orangutan di Kalimantan dalam beberapa dekade terakhir. Lemahnya penegakan hukum dan tumpang-tindih kebijakan memperparah situasi.

Pusat Rehabilitasi Dunia di Camp Leakey
Sejak 1971, Camp Leakey di TNTP menjadi pusat penelitian dan rehabilitasi orangutan ikonik yang didirikan oleh ahli primata Dr. Biruté Galdikas. Di sini, orangutan yatim piatu atau korban konflik dilatih kembali untuk hidup mandiri sebelum akhirnya dilepasliarkan ke alam.
Ekosistem unik TNTP, yang terdiri dari hutan gambut, dataran rendah, dan kerangas—menjadi area ideal bagi program reintroduksi ini. Pada 2024, TNTP mencatat 79.665 kunjungan wisatawan, angka tertinggi sepanjang sejarah.
Meski memberi pemasukan dan meningkatkan kesadaran publik, aktivitas wisata yang tidak dikelola ketat berisiko menimbulkan stres pada satwa serta membuka peluang penularan penyakit zoonosis.
Pemerintah bersama organisasi seperti Orangutan Foundation International (OFI) terus memperkuat patroli, melakukan rehabilitasi, dan mengembangkan kajian ekonomi jasa ekosistem sebagai dasar perencanaan konservasi jangka panjang.
Namun para ahli mengingatkan bahwa keberhasilan penyelamatan orangutan sangat bergantung pada konsistensi penegakan hukum, tata ruang yang jelas, serta dukungan pendanaan berkelanjutan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 03 Dec 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 05 Des 2025
