Halopacitan, Pacitan— Irama ladrang bergema dari seperangkat gamelan yang dimainkan oleh para pelajar. Gending kemudian berganti dengan lancaran, lelagon, titi laras, baik slendro maupun pelog.
Selama tiga hari mulai Sabtu (17/03/2018) sebanyak 36 kelompok karawitan pelajar akan tampil dalam festival karawitan yang digelar di Pendopo Kabupaten Pacitan. Acara yang digelar Perguruan Silhat Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Pacitan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan ini diikuti tim tingkat SD, SMP dan SMA se-Kabupaten Pacitan.
Meski masih anak-anak atau remaja, mereka mampu memainkan gangsa dengan piawai. Paduan saron, bonang, gender, kethuk kenong terasa pas baik dalam irama maupun kerasnya pukulan. Festival juga berlangsung meriah dengan banyaknya penonton yang hadir.
Ketua umum PSHT cabang Pacitan Widodo Talogo.SH. mengatakan festival ini diikuti 12 peserta tingkat SD, 14 tingkat SMP dan 10 tingkat SMA/SMK. “Kegiatan ini sudah berjalan yang kedua kalinya, tahun 2017 dan tahun 2018,” katanya kepada Halopacitan.
Festival ini diharapkan bisa mempertahankan seni tradisional tetap ada di kalangan anak muda. Selama ini generasi muda lebih senang pada seni dan budaya negara lain yang bisa menjadikan tradisi asli Indonesia seperti karawitan semakin tersingkir dan tidak menutup kemungkinan akan hilang.
“Harapan kami, acara semacam ini bisa memunculkan generasi muda berbakat untuk melestarikan budaya bangsa agar tidak punah,” harapnya.
Rustanto,S.Pd, guru pembimbing seni Karawitan dari SMKN 1 Pacitan menanggapi positif acara semacam ini. Dia mengakui budaya lokal pada anak-anak muda dilingkup sekolah semakin lama semakin berkurang.
“Padahal warga negara lain justru ingin belajar kesenian tradisional seperti karawitan, tapi masyarakat Indonesia sendiri kurang begitu memperhatikan,” katanya.
Festival karawitan tentu hanya menjadi salah satu upaya untuk menjaga karawitan tetap ada di hati anak muda. Butuh perjuangan dan upaya yang lebih keras dan berat. Tetapi seberat apapun hal itu harus dilakukan untuk bisa melestarikan budaya dan identitas bangsa. “Seperti kata pepatah karakter bangsa itu terletak pada budaya bangsa itu sendiri,” kata Rustanto. (Sigit Dedy Wijaya)