Siapa sangka di saat sebagian besar sektor perekonomian terpuruk tetapi justru para perajin gerabah Pacitan raup keuntungan berlipat. Omzet meningkat 100 persen dibanding sebelum COVID-19.
Rining Astuti, salah satu pemilik toko gerabah di Pacitan mengaku omzetnya melonjak hingga seratus persen. Kenaikan ini diwarnai oleh perubahan gaya hidup masyarakat yang sering berada di rumah dan mengoleksi tanaman hias sehingga membutuhkan pot-pot bunga yang unik.
Jika sebelumnya mecapai 20 juta rupiah saja pada saat pandemi justru naik menjadi 40 hingga 50 juta rupiah dalam satu bulan. Berbagai pot bunga atau pun bahan gerabah lain yang awalnya jarang dilirik, kini mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Rining mengaku, gerabah yang banyak diminati antara lain pot bunga dengan motif goresan, alat cuci tangan berupa kendi dan wastafel juga laris diborong konsumen, baik sekolah maupun tempat pelayanan publik. Harga yang dipatoknya pun terbilang terjangkau menyesuaikan kerumitan dan ukiran dari hasil kerajinan gerabah. Harga terendah itu berkisar 5000 hingga 10.000 rupiah dan paling tinggi jutaan rupiah, yang biasanya berupa gucci sebagai hiasan dalam rumah.
“Pandemi ini juga ada berkahnya untuk kami para perajin gerabah di sini. Awal pandemi kemarin harga gerabah melejit karena dari omset kita alhamdulillah mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Di masa pandemi ini yang paling banyak diminati adalah berkaitan dengan alat yang mendukung program cuci tangan, bahkan sampai kuwalahan”, kata Rining, perajin Gerabah asal Desa Purwoasri Pacitan tersebut.
Perlu diketahui bahwa di toko gerabah Rining juga memroduksi alat-alat rumah tangga yang terbuat dari tanah liat, terdiri atas kwali, wajan, cobek, dan sejenisnya. Pangsa pasar gerabah Pacitan ini tidak hanya dalam area Pacitan tetapi juga telah banyak dipesan dari luar Kabupaten Pacitan.