Halopacitan, Pacitan—Data yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten Pacitan menunjukkan selama tahun 2018 tercatat ada 1.071 kasus perceraian dengan 752 kasus adalah cerai gugat atau diajukan istri dan sisanya 319 kasus karena permohonan suami.
Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan 2017 di mana ada 912 kasus perceraian. Tren juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2015 tercatat ada 929 kasus perceraian dan 2016 ada 910 kasus.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Pacitan H. M. Nurul Huda mengaku memprihatinkan, karena Pacitan yang notabene adem, ayem dan tentrem, tetapi justru terdapat banyak pernak-pernik.
"Terus terang sangat prihatin dan waspada, kenapa? Ini sudah merupakan tanda-tanda akhir zaman, karena banyak perceraian terjadi manakala perceraian banyak dilakukan oleh pihak perempuan," ujarnya.
Menurutnya, perceraian yang terjadi tersebut karena banyaknya yang mudah mengatakan jika sudah tidak sependapat dengan pasangannya, sudah tidak adanya kecocokan dan sebagainya.
"Itulah mudahnya mereka mengatakan itu, padahal dalam sebuah keluarga tidak seperti itu, sehingga perlu untuk saling memahami, tidak mengedepankan ego dan lainnya. Kita berharap, ketika kita ingin dunia ini tegak berjalan, karena seorang perempuan itu tiang negara, ketika perempuannya itu baik maka negara itu akan baik dan sebaliknya," ungkapnya.
Sedangkan Badrul Amali, S.H, M.H, Lembaga Badan Hukum (LBH) Cinta Keadilan Semesta (CKS) saat ditemui Halopacitan mengatakan perceraian di Pacitan cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain di sekitar Pacitan seperti Trenggalek dan daerah lainnya.
"Ini juga harus benar-benar menjadi perhatian oleh pemerintah, khususnya instansi terkait. Karena penyebab utama adalah masalah ekonomi. Kalau di tempat kami LBH CKS, setiap bulannya itu berkisar 10-15 orang, karena setiap orang yang mau ke pengadilan tidak mesti memakai jasa advokad atau LBH, mereka sudah mandiri dan banyak juga didampingi oleh kaur setempat," kata Badrul, Senin (07/01/2018).
Selain faktor ekonomi, lanjutnya, penyebab lainnya yang mendominasi angka perceraian yakni adanya pihak ketiga yang masuk dalam hubungan sebuah keluarga, sehingga menimbulkan suatu masalah atau perceraian. "Banyak yang menjadi saksi itu medianya adalah media sosial khususnya WhatsApp," katanya.
Ia menyarankan kepada pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya, mengingat angka perceraian didominasi oleh faktor ekonomi.
"Yang kita rasakan sampai saat ini masih sangat sulit untuk peluang kerja bagi masyarakat, dan kebanyakan orang yang cerai itu rata-rata di bawah usia 30 tahun, artinya pernikahan dini juga harus diperhatikan, bahkan tahun kemarin masih banyak yang mengajukan izin pernikahan dan kenapa pengadilan mengizinkan ? Rata-rata karena perempuan sudah hamil duluan," terangnya.