Dalam rangka berpartisipasi dalam pemajuan pendidikan bahasa di Asia Tenggara, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan Se-Asia Tenggara (SEAMEO) mengajukan program berbasis penelitian dan pengembangan kompetensi terkait kebahasaan melalui forum yang melibatkan sebelas perwakilan Kementerian Pendidikan Se-Asia Tenggara, Rabu, (22/9).
Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbudristek, Anang Ristanto mengatakan kebijakan pendidikan diperlukan untuk menjawab kebutuhan praktis untuk pembangunan bangsa dan globalisasi. Terkait kebutuhan globalisasi, selain teknologi, Anang mengungkapkan bahwa negara-negara anggota SEAMEO perlu meningkatkan pengakuan keterkaitan antara bahasa dan pembangunan.
“Komunitas ASEAN yang lebih kuat dapat dicapai melalui penguasaan bahasa yang baik dan pemahaman nilai-nilai moral budaya-budaya besar di Asia Tenggara. Oleh karena itu, komunitas ASEAN dapat memupuk identitas dan kekuatan kolektifnya untuk terlibat dengan dunia, menanggapi perkembangan baru dan menangkap peluang baru. Bagi SEAMEO QITEP in Language, dapat berkontribusi lebih banyak untuk memberikan referensi, policy brief, serta program dan kegiatan untuk memperkuat komunitas ASEAN melalui Bahasa,” kata Anang pada sisran pers tertulis kemendikbudristek Sabtu (25/9/2021).
Dalam pertemuan tersebut, para perwakilan yang hadir menyoroti konsep warga negara ASEAN yang “ideal” yang diartikan sebagai seseorang yang dapat berbicara satu atau lebih bahasa resmi/nasional di negara-negara ASEAN. Dengan demikian, dalam rangka membangun identitas kolektif ASEAN, setiap negara ASEAN dapat mendorong generasi mudanya untuk belajar dan menguasai bahasa resmi/nasional negara tetangganya. Thailand, misalnya, mendorong siswanya untuk belajar bahasa Indonesia ataupun sebaliknya. Namun, tidak semua negara di ASEAN menerapkan kebijakan serupa terkait pendidikan bahasa asing di sekolah.
Terkait dengan ini, SEAMEO QITEP in Language (SEAQIL) sebagai penyelenggara pertemuan tersebut mengusulkan penelitian kebijakan bahasa dan pendidikan bahasa di Asia Tenggara.
Usulan penelitian tersebut memiliki tujuan untuk mengidentifikasi kebijakan bahasa yang diterapkan oleh setiap negara di Asia Tenggara, dan mengidentifikasi bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Asia Tenggara.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan policy brief dan/atau rekomendasi kepada Kementerian Pendidikan di Negara-Negara Anggota SEAMEO mengenai pendidikan bahasa di Asia Tenggara, dan mempromosikan bahasa resmi/nasional negara-negara ASEAN untuk diajarkan di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi di Asia Tenggara dalam rangka memperkuat identitas kolektif ASEAN.
Terkait dengan ini, sebelas perwakilan Kementerian Pendidikan Se-Asia Tenggara mendukung, memberikan masukan, dan membantu rencana SEAQIL untuk melakukan penelitian terkait kebijakan bahasa dan pendidikan bahasa.
Selain itu, SEAQIL mengusulkan program berbasis pengembangan literasi di sekolah, yakni Klub Literasi Sekolah (KLS) Asia Tenggara, yang akan didiseminasikan pada tahun 2022.
KLS dirancang sebagai program untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa melalui literasi membaca serta meningkatkan keterampilan/kompetensi bahasa asing. KLS mengintegrasikan beberapa target, yaitu meningkatkan literasi baca-tulis dan tutur siswa, kompetensi abad 21 (kolaborasi, komunikasi, bertindak kreatif, dan berpikir kritis), serta kelancaran berbahasa. Selain itu, KLS bertujuan untuk memberikan kesempatan magang bagi mahasiswa.
Direktur SEAQIL, Luh Anik Mayani, menyampaikan bahwa pertemuan yang dikemas dalam 12th Governing Board Meeting SEAQIL ini sangat bermanfaat dengan adanya informasi dan wawasan dari perwakilan Kementerian Pendidikan Se-Asia Tenggara terkait pemajuan pendidikan bahasa, selain adanya persetujuan dari para perwakilan atas program, anggaran, serta hal-hal lain yang terkait dengan operasional dan kegiatan SEAQIL.