JAKARTA — Tidak dapat dipungkiri, sejak perkembangan dan kemajuan teknologi dapat digunakan oleh semua kalangan, akses untuk menerima dan menyebarkan informasi pun semakin mudah didapatkan. Terlebih Artificial Intelligence (AI) atau kepintaran buatan dapat membantu menyelesaikan masalah manusia dalam segala aspek.
Bahkan membuat konten dengan tujuan komunikasi kepada masyarakat pun AI dapat dimanfaatkan, terutama penggunaan AI dalam lingkup politik. Begitu juga dengan ancaman yang dapat dieksploitasi oleh perorangan dengan penggunaan AI, dengan demikian perlu adanya regulasi penggunaan AI terkhusus dalam momentum Pilkada Serentak 2024.
Dalam konteks Pilkada, setidaknya Indonesia memiliki tiga institusi yang memiliki kewenangan untuk mengatur penggunaan AI dalam Pilkada. Ketiga Institusi tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sebelumnya, Kominfo sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai Pedoman Etika Penggunaan Kecerdasan Buatan atau AI, sama halnya dengan KPU yang mengesahkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 dan 20 Tahun 2023 mengenai Kampanye Pemilihan Umum. Serta Bawaslu bertugas untuk mengamati dan melakukan pengawasan pada proses kampanye.
Meskipun regulasi mengenai AI sudah terbit dan diatur, namun dalam urusan pemilihan regulasi tersebut tidak cukup efektif dan tidak spesifik untuk mengatur penggunaannya dalam Pilkada. Pada dasarnya Indonesia memang memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), berkaitan dengan sanksi pidana bagi pihak yang menyebarkan konten disinformasi dan ujaran kebencian. Namun UU ITE juga tidak spesifik mengatur penggunaan AI dalam pemilihan.
Dilansir dari laman rumahpemilu.org, asisten peneliti Center for Digital Society (CfDS) Alifian Arazi mengatakan konten yang dibuat oleh AI dengan mengandung disinformasi dan hate speech dapat ditindak oleh UU ITE. "Tetapi norma yang ada masih sangat ambigu dan tidak mengatur penggunaan AI pada Pemilu,” katanya dalam diskusi online bertajuk “AI at the Polls: Unpacking AI’s Utilisation and Regulation on Indonesian Election pada Februari 2024.
Sedangkan anggota Bawaslu Herwyn Malonda mengharapkan KPU untuk membantu desain penguatan penggunaan teknologi informasi. Hal itu dianggap Herwyn diperlukan adaptasi oleh para pihak peserta kontestasi politik.
Anggota Bawaslu itu juga menyatakan kecanggihan teknologi disangkutkan pada isu hoax atau disinformasi, sehingga butuhnya kerjasama berbagai pihak untuk mengatasi hal tersebut.
"Maka itu kerja sama dengan stakeholder menekan persebaran isu hoax/disinformasi melalui kanal media sosial sangat diperlukan. Karena, jika tidak dilakukan dapat mengancam stabilitas kondisi politik," ucapnya, dikutip 25 September 2024.
Menurut SE Menteri Komunikasi dan Informasi Indonesia Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial, etika tersebut mencantumkan sembilan poin seperti berikut ;
Inklusivitas yang dimaksud adalah memperhatikan nilai kesetaraan, keadilan, dan perdamaian untuk kepentingan bersama dalam menghasilkan informasi dan inovasi.
Menjaga hak asasi manusia, hubungan sosial, dan pendapat individu dalam penyelenggaraan kecerdasan buatan.
Memastikan keamanan pengguna dan data, menjaga privasi, dan mengutamakan hak pengguna sistem elektronik.
Menyediakan akses yang inklusif dan non-diskriminatif bagi semua pengguna teknologi berbasis kecerdasan buatan.
Menyediakan transparansi dalam penggunaan data untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan akses bagi pengguna yang berhak.
Mengutamakan keandalan informasi yang dihasilkan, serta memastikan pertanggungjawaban ketika disebarkan kepada publik.
Memastikan perlindungan data pribadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mempertimbangkan dampak terhadap manusia, lingkungan, dan makhluk hidup untuk mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.
Menghormati prinsip perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada ranah yang lebih luas, pada 16 September 2024 Megawati mendorong pemerintah negara-negara di dunia untuk menyusun hukum internasional terkait Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan.
Putri presiden pertama Indonesia itu menyatakan bahwa dunia per hari ini menghadapi persoalan yang cukup kompleks, volatile (perubahan tiba-tiba), ketidakpastian, dan memiliki potensi konflik pada kuliah umum mengenai “Tantangan Geopolitik dan Pancasila Sebagai Jalan Tata Dunia Baru”.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Ilyas Maulana Firdaus pada 26 Sep 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 26 Sep 2024