Setelah melakukan kajian dan evaluasi dampak pandemi Covid-19, persyaratan sekolah penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memiliki minimal 60 peserta didik, dipastikan tidak berlaku di tahun 2022.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/9).
“Kemendikbudristek telah memutuskan untuk tidak memberlakukan (persyaratan) ini pada tahun 2022,” kata Menteri Nadiem pada sisran [ers tertulis kemendikbudristek Rabu (8/9/2021).
Menurut Nadiem, situasi pandemi saat ini dirasa cukup ekstrim. Ia menyebut, untuk menghadapi pandemi ini perlu fleksibilitas dan tenggang rasa pada sekolah yang masih sulit melakukan transisi untuk menjadi sekolah yang skala minimumnya lebih besar.
Lebih lanjut ia juga mengatakan, Kemendikbudristek sangat sensitif terhadap situasi masyarakat, dan dirinya akan terus menerima masukan terhadap persyaratan ini dan melakukan kajian lebih lanjut terkait pemberlakukannya setelah tahun 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Mendikbudristek mengungkapkan, pemanfaatan BOS regular tidak hanya mengakomodasi operasional di sekolah formal, tapi juga dialokasikan untuk operasional bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Kebijakan tersebut, kata dia, memberi fleksibilitas kepada kepala sekolah untuk menentukan apa yang dapat ditingkatkan dengan dana BOS. “Ini sudah jadi konsiderasi BOS regular,” jelas Nadiem.
Menanggapi pemaparan Mendikbudristek, Ketua Komisi X, Syaiful Huda, mengapresiasi keputusan Menteri Nadiem untuk tidak memberlakukan kebijakan yang sudah ditetapkan tiga tahun lalu tersebut.
“Kami minta supaya tidak dijadikan standar menyangkut 60 siswa. Saya yakin Kemendikbudristek bisa merumuskan formula kebijakan lain yang bisa menjadi alat untuk melakukan evaluasi supaya sekolah agar lebih baik lagi, tanpa menggunakan instrumen BOS, mohon dicarikan instrumen lain di luar BOS yang lebih efektif,” ujarnya.
Dukungan lain juga disampaikan Fraksi PDI Perjuangan, Sofyan Tan, yang mengapresiasi keputusan Mendikbudristek untuk tidak memberlakukan persyaratan sekolah penerima BOS di tahun 2022. Sofyan mengusulkan, agar kebijakan tersebut tidak hanya sampai 2022 saja, melainkan hingga 2024. Menurut Sofyan, dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 butuh waktu dua sampai tiga tahun untuk pulih.
Menjawab hal tersebut, Mendikbudristek menjelaskan bahwa seluruh kebijakan dana BOS pada dasarnya berpihak kepada yang paling membutuhkan. Apalagi saat ini alokasi dana BOS di setiap daerah bersifat majemuk, di mana dana yang diberikan dikalikan indeks kemahalan. Dampaknya, satuan pendidikan yang berada di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) bisa mendapatkan dana yang jauh lebih banyak untuk meningkatkan kualitasnya.
“Setiap kali saya dapat masukan bahwa ini bisa berdampak negatif bagi teman-teman yang membutuhkan di daerah terpencil, saya langsung mendengar,” ujarnya.
Mendikbudristek juga menggarisbawahi perihal dana BOS afirmatif. Ia mengatakan, satuan pendidikan yang benar-benar membutuhkan akan mendapatkan sesuai kebutuhannya. Setiap kepala sekolah, lanjutnya, benar-benar memiliki kemerdekaan untuk menggunakan apa yang terpenting bagi sekolahnya.
“Itu adalah satu prinsip dasar, jika ada yang mengancam terhadap prinsip itu maka akan saya dengarkan dan langsung saya putuskan,” pungkasnya.