
Setahun Berlalu, Sejumlah Korban Longsor Belum Juga Dapat Bantuan Pembangunan Rumah
Setelah hampir satu tahun, sejumlah korban bencana banjir dan longsor di Pacitan belum juga mendaptakan bantuan seperti yang dijanjikan pemerintah. Banyak dari mereka yang masih tinggal di gubuk pengungsian dengan kondisi mengenaskan.
Halo Berita
Halopacitan, Kebonagung—Salah satu korban yang belum mendapat bantuan pembangunan rumah ada di Desa Plumbungan Kecamatan Kebonagung. Beberapa warga korban terdampak bencana mengaku belum ada kepastian ataupun tindak lanjut tentang bantuan mendapat rumah.
Riyanto (35) warga di Desa Plumbungan yang rumahnya hancur akibat longsor 28 November 2017 lalu hingga saat ini tetap tinggal di gubuk ukuran 3x2,5 meter yang diisi oleh tiga orang di lahan seluas 12x20 meter dan bila malam hari menggunakan penerangan lilin. Riyanto mengaku iri dengan teman-temannya yang sudah mendapat bantuan.
"Terus terang, ya saya meri [iri] sama teman-teman di desa lain yang sudah dapat bantuan rumah. Sampai sekarang tidak ada kabar lagi bagaimana tindak lanjut kepada kami. Sebenarnya juga berharap segera mendapat bantuan untuk membangun rumah," ujarnya kepada Halopacitan, beberapa waktu lalu.
Senada Rudianto (40) warga lainnya yang terdampak longsor juga mengeluh kepada pemerintah untuk mengerti dengan keadaan yang dirasakannya sebagai rakyat kecil. Ia berharap ada bantuan rumah seperti warga yang lainnya yang terdampak bencana.
"Kalau makan dan sebagainya bisa dicari. Tapi kalau rumah harapan jauh bagi kami apalagi masih menyekolahkan anak, terus terang kalau ada rumah kita tenang menata kembali kehidupan seperti sebelumnya," keluhnya.
Dia juga mengaku selama bencana 2017 lalu juga memang sudah mendapat donatur dari para dermawan. "Kalau donatur kita juga dapat, dan juga uang tunjangan hidup per kepala Rp900.000, tapi itu sudah lama. Tinggal gubuknya saja yang belum," akunya.
Bukan hanya itu saja, Fendi (28) warga lainnya mengaku juga sangat ingin mendapat bantuan rumah seperti warga lainnya yang terdampak bencana. Karena hal tersebut menurutnya menjadi kecemburuan sosial, terlebih yang mendapat bantuan itu rumahnya tidak begitu parah.
"Saya itu tidak menyalahkan pemerintah, tapi kok yang tidak begitu parah itu dibuatkan rumah, lha saya dan tetangga saya yang rumahnya roboh ini kok tidak diperhatikan, dan sampai sekarang juga tidak ada kabarnya," katanya.
Fendi yang bekerja sebagai buruh serabutan juga mengaku kecewa terhadap pemerintah, padahal ia juga sudah menyiapkan lahan yang di sokong oleh saudara-saudaranya. "Katanya pemerintah desa itu sudah melaporkan ke kecamatan maupun ke pemerintah daerah, tapi tidak ada tindak lanjut sampai sekarang. Sebenarnya saya juga berharap kepada pemerintah untuk segera memberikan kejelasan," ungkapnya.
Untung (42) Kepala Dusun Gebang Desa Plumbungan Kecamatan Kebonagung mengatakan telah mengupayakan warganya yang terdampak longsor, baik yang renovasi maupun relokasi. Namun bagi yang belum mendapat bantuan rumah sampai sekarang memang belum ada tindak lanjut.
"Yang parah itu Suyanto, Poniman, Rudianto, Fendi, tapi mereka buat gubuk sendiri-sendiri, soalnya menunggu lama tidak ada kelanjutan, kalau yang lainnya sudah dibuatkan rumah oleh TNI dulu," katanya.
Ia juga berharap, untuk segeranya warga di desa tersebut bisa mendapat bantuan rumah, hal ini supaya tidak menjadi kecemburuan dengan warga yang sudah dibangunkan rumah. "Kita juga sudah melaporkan ke Kecamatan dulu. Kemungkinan, karena di Indonesia banyak bencana di mana-mana seperti di Lombok, Palu, mungkin dananya dari pusat di alihkan ke sana," ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Pemerintah Desa setempat melalui Sekretaris Desa Plumbungan Yantini mangatakan, telah mengupayakan dan sudah mendata dan melaporkan warganya yang terdampak bencana hingga ke pemerintah provinsi maupun pusat.
"Bukan cuma sampai kecamatan saja. Dan data keseluruhan terdampak bencana sebenarnya sudah masuk ke pemerintah provinsi maupun pusat, kita laporkan itu setelah bencana dulu, kalau sekarang kita tidak melaporkan lagi, soalnya kalau kita laporkan lagi nanti takutnya jadi progam tumpang tindih dan desa nanti yang disalahkan, mungkin di pusat saat ini masih diproses dan kita juga hanya bisa menunggu saja," kata Yantini Kamis (01/11/2018).
