
SKB 3 Menteri Soal Seragam Mendapat Dukungan dari NU dan Muhammadiyah
Kebijakan mengenai seragam sekolah dasar dan menengah yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mendapat dukungan dari dua ormas besar NU dan Muhammadiyah. Sejumlah tokoh organisasi besar menilai penerbitan SKB tersebut sudah tepat untuk menjaga keberagaman dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Halo Berita
Kebijakan mengenai seragam sekolah dasar dan menengah yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mendapat dukungan dari dua ormas besar NU dan Muhammadiyah. Sejumlah tokoh organisasi besar menilai penerbitan SKB tersebut sudah tepat untuk menjaga keberagaman dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Berbagai tokoh tersebut mengatakan SKB 3 menteri tidak memuat unsur pelarangan atau mewajibkan siswa untuk menggunakan identitas keagamaan tertentu. Kehadiran aturan tersebut justru telah menempatkan sekolah publik di posisi yang tepat dan benar sesuai dengan hak dan kebutuhan publik yang beragam.
KH. Hanief Saha Ghafur, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Pendidikan Seperti dilansir dari Trenasia.com Senin (8/2/2021) mengatakan sekolah dan perguruan tinggi negeri harus menjadi ruang interaksi yang terbuka, beragam, dan toleran sehingga menjadi wahana pendidikan multikulturalisme dan toleransi.
“SKB tersebut menempatkan sekolah pada posisi yang tepat dan benar secara hukum dan hak asasi manusia, khususnya penghormatan terhadap hak-hak publik di sekolah publik,” ujar Hanief di Jakarta, Minggu 7 Februari 2021.
Hanief yang juga Ketua Program Doktoral Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) menegaskan sekolah publik tidak dibenarkan mewajibkan siswa menggunakan seragam beridentitas tunggal berdasarkan agama tertentu.
Sedangkan khusus bagi siswi muslimah, sekolah juga tidak bisa melarang mereka yang ingin mengenakan hijab sepanjang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengatur secara rinci mengenai aturan seragam bagi siswa muslimah.
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri menerbitkan SKB Nomor 02/KB/2O2l, Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Sekolah Negeri di Indonesia. Penerbitan SKB ini diharapkan menjadi landasan bagi sekolah untuk tidak memaksakan penggunaan atribut keagamaan tertentu kepada murid dan guru di sekolah negeri.
Selain itu, dukungan atas penerbitan SKB juga datang dari KH. Z Arifin Junaidi Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama PBNU. Menurut dia, SKB tiga menteri memberikan jaminan kepada para siswa, guru, dan pihak sekolah agar menjaga nilai-nilai keberagamaan, serta keagamaan dalam dunia pendidikan.
“SKB itu sudah menjamin keberagaman sekaligus keberagamaan, itu sudah terjamin. Sekolah tidak boleh mewajibkan siswanya untuk memakai seragam dengan identitas agama tertentu, tidak boleh,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, melalui SKB tersebut kasus pemaksaan siswa mengenakan atribut keagamaan tertentu semestinya tidak terulang lagi, seperti kasus terakhir yang menjadi polemik adalah saat siswa non-muslim di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang diminta mengenakan jilbab. Demikian dengan daerah lain di mana umat muslim menjadi minoritas.
Menurut Arifin SKB 3 Menteri mengatur tentang keragaman dan keberagamaan. Tidak hanya bagi siswa muslim, tetapi juga siswa non-muslim. Sekolah harus menghargai perbedaan dan kebebasan beragama. “Saya malah berharap, SKB tiga Menteri tentang seragam sekolah ini tidak hanya berlaku untuk sekolah negeri saja, tapi juga sekolah swasta,” tegasnya.
Sementara itu, KH. Abdul Mu’ti Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah juga dengan tegas menyatakan SKB tiga menteri mengenai seragam sekolah bukanlah masalah besar. Menurutnya, Di negara-negara maju, seragam tidak menjadi persoalan karena tidak terkait mutu pendidikan.
“Kalau saya cermati subtansi dan tujuannya, SKB itu tidak ada masalah. Substansinya terkait dengan jaminan kebebasan menjalankan ajaran agama sebagaimana diatur dalam pasal 29 UUD 1945,” pungkasnya.
