Turunkan Angka Stunting, Pemkot Tegal Buat Program Bapak Asuh
Halo Berita

Stunting Tak Hanya Akibat Masalah Nutrisi, Tapi Juga Anemia

  • Hubungan antara stunting dan masalah nutrisi tidak berhenti pada masalah malnutrisi semata. Terungkap bahwa stunting juga memiliki keterkaitan yang erat dengan anemia, terutama karena defisiensi zat besi yang menjadi salah satu pemicu utama anemia.
Halo Berita
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Author

DEPOK - Anda tentu sudah tidak asing lagi mendengar istilah stunting. Tidak mengherankan, karena mengatasi stunting sendiri sering dijadikan sebagai program pemerintah di berbagai daerah.

Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Nurul Dina Rahmawati, menjelaskan stunting pada anak memiliki akar yang dalam terkait dengan kondisi malnutrisi yang terjadi dalam jangka panjang.  Masalah stunting dapat menyebabkan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak jadi terhambat, sebagian besar diakibatkan oleh kekurangan nutrisi selama masa kehamilan.

Permasalahan utama terkait stunting ternyata mulai muncul bahkan sebelum kelahiran. Anak yang masih dalam kandungan bisa mengalami dampak stunting jika ibu mereka tidak mendapatkan nutrisi yang memadai selama kehamilan. Kekurangan nutrisi ini kemudian memengaruhi perkembangan fisik dan mental bayi yang sedang dalam masa pembentukan.

Namun, hubungan antara stunting dan masalah nutrisi tidak berhenti pada masalah malnutrisi semata. Terungkap bahwa stunting juga memiliki keterkaitan yang erat dengan anemia, terutama karena defisiensi zat besi yang menjadi salah satu pemicu utama anemia. Para peneliti telah menemukan bahwa kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia terbanyak pada remaja.

Dilansir dari ui.ac.id, Rabu, 6 esember 2023, anemia merupakan kondisi gizi yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin, yaitu kurang dari 12 g/dL pada remaja putri dan kurang dari 13 mg/dL pada remaja putra. 

Gejala anemia mencakup rasa pusing, kelemahan, kelesuan, kulit pucat, serta cekungan pada kuku dalam kondisi yang parah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sekitar 26,8% anak Indonesia usia 5–14 tahun dan 32% pada usia 15–24 tahun mengalami anemia.

Nurul mengungkap satu dari empat remaja puteri Indonesia mengalami anemia. Jumlah ini merupakan angka yang cukup mengkhawatirkan karena anemia tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan remaja itu sendiri, tetapi juga berdampak pada masa depan mereka sebagai ibu hamil. Remaja puteri yang mengalami anemia saat ini cenderung menjadi ibu hamil yang juga mengalami anemia, sehingga meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak yang dikandungnya.

Pentingnya penanganan yang tepat terhadap masalah anemia pada remaja puteri menjadi perhatian utama. Upaya preventif dan intervensi yang tepat dalam peningkatan asupan nutrisi, terutama zat besi, menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini. Pendidikan dan edukasi tentang pentingnya gizi seimbang juga merupakan langkah penting dalam memperbaiki kondisi nutrisi remaja puteri.

Dalam menjaga generasi mendatang, langkah preventif seperti peningkatan kesadaran akan pentingnya pola makan sehat dan akses yang lebih baik terhadap makanan bergizi perlu ditingkatkan secara menyeluruh. Hal ini tidak hanya akan berdampak pada kesehatan remaja saat ini, tetapi juga pada kesehatan generasi mendatang, mengurangi angka stunting, serta meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Penanganan stunting sendiri menjadi masalah krusial yang harus diatasi presiden dan wakil presiden mendatang. Bahkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengusulkan agar penangangan stunting menjadi materi debat capres. "Nanti pada debat-debat calon presiden atau pemilihan kepala daerah (pilkada) itu, saya akan usul harus ada materi tentang stunting," katanya seperti dilansir Antara.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 07 Dec 2023 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 07 Des 2023