Halopacitan, Pacitan--Suara gamelan mengalun dari sebuah bangunan jawa yang berada di RT02 RW07 Dusun Barean, Kelurahan Sidoarjo, Kecamatan Pacitan. Anak-anak muda dengan fasih mengkombinasikan suara saron, gender, bonang, kenong, dan juga gong menjadi irama yang mengalun indah.
Itulah gambaran sekilar Sanggar Ismoyo Jati, sebuah sanggar yang dengan setia melatih masyarakat untuk mempertahankan seni kerawitan, seni asli Jawa yang seiring waktu semakin terpinggirkan oleh zaman.
Jangan mengira hanya kaum tua yang masih menggeluti seni ini. Di Sanggar Ismoyo Jati anak-anak muda pun juga tidak mau ketinggalan.
Agus Sriondo Putro, Pembina sanggar mengakui, seni kerawitan semakin jauh dari generasi muda. Hempasan budaya barat telah menjadikan seni ini kini di pinggiran peradaban. Tidak menutup kemungkinan akan punah jika terus dibiarkan.
Berawal dari keprihatinan tersebut, Ismoyo Jati kemudian mencoba mengenalkan seni kerawitan ke anak-anak muda.
“Kami selaku pengurus Sanggar Ismoyo Jati mencoba mengenalkan dan melestarikan kepada pelajar, baik anak SMP, SMA bahkan anak kuliah. Dengan tujuan agar generasi muda tidak meninggalkan budaya dan menjaga seni karawitan,” katanya kepada Halopacitan Minggu (14/01/2018).
Diakui, tidak gampang awalnya untuk mengajak mereka berlati, tetapi seiring waktu, kegiatan akhirnya berjalan baik. Anak-anak muda tersebut lambat laun bisa menikmati seni warisan leluhur tersebut.
Sayangnya, masih ada berbagai kendala. Salah satunya pada peralatan gamelan. Memang ada perangkat gamelan baik pelog ataupun slendro yakni jenis nada yang dikenal dalam gamelan, tetapi sanggar Ismoyo Jati berada di dalam dilema, antara pasang tarif dan tidak pasang tarif. Karena bagaimanapun sanggar juga butuh biaya untuk perawatan alat music tersebut.
“Sebenarnya niat dari kita pengurus sanggar itu memberikan fasilitas dan pembelajaran mengenai seni karawitan secara gratis tidak ada unsur bayaran sama sekali , namun sarana pembelajaran kita bisa dikatakan tidak memadai terutama pada gamelan yang digunakan,” tambahnya.
Menurut dia, perlu berbagai perbaikan gamelan, bisa dibilang setelah ditabuh harus di las , karena kondisi gamelan yang sudah tua .
“Di sisi lain misi kita harus tetap berjalan demi keberlanjutan seni budaya karawitan agar tetap eksis dan menjadikan generasi muda menjadi pelaku seni tradisional namun tetap bisa memenuhi tuntutan modern,” imbuhnya.
Imam musthofa, (23) pelaku seni dan pengurus yayasan hanya bisa berharpa, seni karawitan di Pacitan tetap bisa bertahan dan bahkan memiliki daya jual nasional dan internasional. Selain itu juga bisa menjadi salah satu unsur pendukung untuk menjadikan Pacitan sebagai kota pariwisata bertaraf internasional.
“Semoga nanti ada perhatian khusus dari pemerintah daerah Pacitan, karena mengingat alat alat gamelan juga sudah tua dan perlu perawatan,” harapnya.
Mempertahankan seni tradisional memang tidak mudah, apalagi di kalangan anak muda. Butuh perjuangan dan tentunya biaya besar. Tetapi apalah artinya biaya jika untuk mempertahankan jati diri. Apalah artinya biaya, jika ingin membangun generasi yang tidak saja now, tetapi juga wow. (Erick Arkhan)