Upah Minim, Batik Pace Kesulitan Cari Generasi Penerus
Batik Pace menjadi salah satu karya khas Kabupaten Pacitan. Sayangnya warisan budaya ini juga dalam kondisi yang semakin sulit.
Halo Berita
Halopacitan, Pacitan – Dukuh Ngerjoso, Dusun Kayen, Desa Purwosari, Kecamatan Pacitan, menjadi sentra produksi batik khas Pacitan tersebut. Ada sekitar 20 perajin yang masih aktif membatik dengan mayoritas berusia di atas 50 tahun.
“Semua pembatik sudah tak muda lagi, semua sudah bercucu” kata Suwarni (54) salah seorang perajin yang pernah melayani pesanan dari Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono saat masih menjabat sebagai presiden dan wakil presiden.
Menurut keterangan para perajin, saat ini sulit mencari anak muda yang mau meneruskan pekerjaan tersebut. “anak-anak sini tidak ada yang mau membatik, mereka lebih memilih bekerja di pabrik rokok, mungkin karena gajinya lebih banyak” tambahnya saat ditemui Halopacitan Senin (22/10/2018).
Dia mengakui, upah membatik memang cukup rendah yakni hanya Rp10.000 per lembar. Bagi perajin yang sudah berpengalaman seperti Suwarni, satu lembar bisa diselesaikan selama tiga jam. “Mulai bekerja dari jam 09.00 sampai jam 16.00 WIB, dalam sehari rata-rata mendapatkan 3-4 helai kain batik,” tambahnya.
Batik Pace memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah Pacitan. Produksi batik ini sudah ada sejak tahun 1950an. Motif Batik Pace banyak diinsprasi oleh sejarah dan keindahan alam wilayah buah pace atau mengkudu dan karang laut.
“Batik Pace adalah warisan budaya, jika tidak dilestarikan, pacitan akan kehilangan salah satu ciri khasnya” tutur Suwarni di sela-sela meniup cantingnya.