Waduh, 8 Megaproyek Jokowi ini Terancam Mangkrak
- Delapan proyek Jokowi berpotensi mangkrak itu antara lain Bandara Kertajati, Tol Cisumdawu, Tol Manado-Bitung, Bandara Yogyakarta, Pelabuhan Patimban, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Jabodebek, dan Smelter Freeport.
Halo Berita
JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut ada hampir sepuluh megaproyek di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terancam mangkrak.
Mangkrak dalam pengertian Agus tidak saja bahwa proyek tersebut tidak selesai dikerjakan, melainkan juga termasuk proyek-proyek yang berhasil diselesaikan tetapi tidak beroperasi secara optimal sehingga berpotensi merugi.
Dengan kata lain, pasca selesai dikerjakan proyek-proyek tersebut tidak produktif untuk mendatangkan keuntungan, atau setidaknya menutupi pembiayaan yang telah dikeluarkan.
"Kalau sudah jadi pun kalau dia tidak berproduksi, kan mangkrak," katanya ketika dihubungi TrenAsia.com, 25 Oktober 2021.
Menurut Agus, salah satu penyebab mangkraknya proyek-proyek tersebut dipicu oleh rendahnya studi kelayakan (feasibilty study) sebelum proyek dikerjakan. Pemerintah cenderung bertindak cepat tetapi tidak melalui pakem atau studi yang komprehensif.
.Ingin Kuliah? Berikut Lima Perguruan Tinggi Vokasi Terbaik di Indonesia
- Jadi Korban Pinjol Ilegal, Begini Cara Gampang Lapor ke Polres Pacitan
- Waduh, 8 Megaproyek Jokowi ini Terancam Mangkrak
"Cepat dibangun, enggak bikin feasibility studies, kan bikin feasibility study setahun, Jokowi enggak mau, langsung dibangun, makanya jadi mangkrak," paparnya.
Dia mencontohkan, proyek ambisius yang dicanangkan Jokowi tetapi mangkrak adalah Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat.
Bandara tersebut bahkan kini hampir tidak pernah disinggahi pesawat, dan justru berubah menjadi 'bandara hantu'. Yang ada di sana hanyalah petugas bandara yang bertugas merawat fasilitas publik dengan biaya yang terus dialokasikan tiap tahunnya.
"Bikin bandara enggak ada pesawat yang datang bukan karena COVID-nya, ya kenapa dibikin bandara, itu mangkrak," katanya.
Selain itu, dia juga mencontohkan pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat yang mangkrak karena tidak ada kapal besar yang bersandar.
Demikian halnya dengan bendungan yang dibuat lebih rendah dari sawah atau tidak ada saluran tersier maka berpotensi mangkrak karena tidak bisa diairi ke sawah.
"Ini akan banyak yang akan mangkrak, mau ditambahkan uang enggak ada," imbuhnya.
Dalam percakapan dengan Agus, TrenAsia.com setidaknya merangkum ada delapan megaproyek Jokowi yang terancam mangkrak.
1. Bandara Kertajati
Pembangunan bandara baru Kertajati dimulai pada tahun 2013 dengan investasi Rp4,91 triliun. Dana tersebut bersumber dari APBN, APBD, BUMD dan KPBU.
Pembangunan bandara yang diinisiasi oleh Kementerian Perhubungan tersebut selesai pada 2018 untuk segera dioperasikan.
Pengelola Bandara Kertajati adalah PT Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dengan Direktur Utama-nya Muhammad Singgih.
Pada tanggal 24 Mei 2018, pesawat Kepresidenan Indonesia mendarat sebagai yang pertama kalinya di bandar udara ini meresmikan beroperasinya Bandara Kertajati.
Landasan pacu tunggalnya sepanjang 3.000 meter dan dapat menampung pesawat berbadan lebar seperti Boeing 777.
Bandara ini memiliki kapasitas total sampai 29 juta penumpang setiap tahun dan akan dimaksimalkan oleh Pemprov Jabar dengan merealisasikan pindahnya rute penerbangan Bandara Husein ke Bandara Kertajati.
Sayangnya, hingga saat ini bandara yang bertujuan menjadi destinasi penerbangan baru tersebut gagal total. Kini bandara tersebut telah berubah menjadi tempat orang melakukan foto pre-wedding.
- Impor Listrik PLTS ke Singapura, Medco Gandeng Grup Salim
- Apa Masalah Utama Garuda Indonesia hingga Terancam Bangkrut? Bekas Komisaris, Peter F. Gontha Buka Suara
- Garuda Indonesia Terancam Bangkrut, Chairul Tanjung Berpotensi Merugi Rp19,7 Triliun
Sebetulnya, rencana pembangunan Bandara Kertajati sudah dilakukan sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada 2003 studi kelayakan dilakukan dan izin penetapan lokasi dilakukan sejak 2005.
Waktu itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan sanggup mendanai sendiri pembangunan bandara dengan APBD, namun tak kunjung merealisasikan pembangunan bandara sampai 2011. Pembangunan bandara ternyata membutuhkan alokasi APBN setelah dilakukan peninjauan ulang.
Rencana pembangunan bandara baru bisa dieksekusi pada masa pemerintah Jokowi.
Pada 2014, pekerjaan pembangunan bandara dimulai berupa pembersihan lahan dan pondasi. Selanjutnya pemerintah memasukkan Bandara Kertajati dalam Program Strategis Nasional (PSN) sejak 2015 sampai 2017.
Pada 22 Januari 2018, Kemenhub memfasilitasi penandatanganan perjanjian kerja sama penyelenggaraan jasa kebandarudaraan antara Pemprov Jabar, PT BIJB dan PT Angkasa Pura II (Persero) guna mengoperasionalkan bandara.
Rencananya, Bandara Kertajati melayani rute penerbangan seperti Kuala Lumpur, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, Medan, Batam, Banjarmasin, Pekanbaru, Lombok, dan Pontianak.
Pascadiresmikan, Bandara Kertajati sempat melayani 12 rute penerbangan yang dilimpahkan dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Itu terjadi pada tahun 2019.
Namun karena letaknya yang terlalu jauh dari pusat kota membuat bandara ini sepi peminat. Pandemi COVID-19 semakin memadamkan minta penumpang untuk terbang melalui bandara tersebut.
Selama pandemi, BIJB mencatat hampir tidak pernah ada lagi penerbangan dan digunakan sebagai tempat parkir pesawat.
Beberapa pihak mengusulkan agar bandara Kertajati difungsikan sebagai kargo e-commerce tetapi belum dioperasikan.
Kemenhub, Kementerian PUPR, dan Pemprov Jabar masih optimistis bahwa bandara Kertajati bisa dioptimalkan untuk melayani rute penerbangan yang lebih agresif.
Karena itu, pemerintah telah memulai pembangunan ruas tol bandara BIJB yang pada September 2020 dengan investasi Rp692 miliar dan sudah rampung September lalu..
Dengan dibangunnya ruas Tol Akses Bandara Kertajati bersamaan dengan target rampungnya pembangunan Jalan Tol Cisumdawu pada akhir tahun 2021, diharapkan akan mendukung konektivitas menuju ke Bandara dengan mengurangi waktu tempuh dari Bandung sekitar 3 jam menjadi 1 jam.
Dengan semua upaya yang dilakukan, publik tentu menunggu apa yang terjadi selanjutnya dengan bandara Kertajati. Diharapkan bisa menggerakkan perekonomian Jabar alih-alih menjadi 'bandara hantu' yang sepi.
2. Tol Cisumdawu
Salah satu proyek yang disebut Agus berpotensi mangkrak adalah pembangunan Jalan Tol Cisumdawu, yaitu akronim dari Cileunyi-Sumedang-Dawuan, di Jawa Barat.
Jalan tol ini dibangun sepanjang 60,10 kilometer yang terdiri dari 6 seksi yang dibangun dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan biaya konstruksi Rp5,5 triliun.
Dari keenam seksi, Seksi 1 dan 2 dikerjakan oleh Pemerintah sebagai bagian dari viability gap fund (VGF) guna menaikkan kelayakan investasi tol tersebut. Saat ini progres seksi 1 dan 2 secara keseluruhan sebesar 92,35%.
Kemudian Seksi 3-6 dikerjakan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yakni PT Citra Karya Jabar Tol (CKJT).
Berdasarkan data per 27 Agustus 2021, untuk Seksi 3 dari Sumedang ke Cimalaka sepanjang 4,05 km konstruksinya telah rampung 100%.
Kemudian pembangunan Seksi 4 Cimalaka - Legok sepanjang 8,20 km pembebasan lahannya sudah 67,27%, ssementara seksi 5 Legok - Ujungjaya sepanjang 14,9 km progres lahan sebesar 73,77%.
Sedangkan untuk seksi 6 Ujung Jaya-Dawuan progres konstruksinya baru 47,01%.
- Kurs Dolar Hari Ini: Besok Tapering off Te Fed, Rupiah Bakal Melemah Lagi?
- Prediksi IHSG Kembali Melemah Didorong Berbagai Sentimen, Simak Saham Unggulan Valbury Sekuritas
- IHSG Hari Ini Berpotensi Tertekan, Indosurya Punya 9 Menu Saham
Jalan Tol Cisumdawu ini rencananya akan mulai dioperasikan pada akhir 2021 nanti. Namun, hanya sampai ruas jalan tol di Cimalaka. Tahun depan, baru dioperasikan jalan tol hingga Ujung jaya-Dawuan.
Menurut Agus, masalah utama dalam pembangunan jalan tol ini adalah pembebasan lahan. Hal itu telah terjadi sejak tahun lalu.
Kendala pembebasan lahan terjadi misalnya di Cileunyi Interchange dan beberapa titik lain yang menghubungkan ke Bandara Kertajati karena warga tidak mau menjual tanah.
Kendala tersebut membuat pemerintah mengundur target penyelesaian pengerjaan proyek jalan tol dari tahun ke tahun ini.
Jika jalan tol ini berfungsi, maka akan menopang Bandara Kertajati sebagai embarkasi jamaah haji dan kargo.
Meski demikian, produktivitasnya masih tergantung seberapa banyak penumpang akan melakukan penerbangan melalui BIBJ.
3. Jalan Tol Manado-Bitung
Jalan tol Mando-Bitung mulai dikerjakan pada 2016 dengan anggaran sebesar Rp8,93 triliun yang diperoleh dari skema KPBU.
Jalan tol sepanjang 39 km yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara ini akan menghubungkan dua kota terbesar di Sulawesi Utara, yakni Manado dan Bitung.
Proyek ini dibagi menjadi dua tahap yakni Seksi 1: Manado-Airmadidi dan Seksi 2: Airmadidi-Bitung.
Proyek ini diharapkan mendukung peningkatan lalu lintas pada rute Manado – Bitung, mendukung sektor wisata serta pertumbuhan ekonomi di Manado, Minahasa Utara dan Bitung.
Jalan tol ini juga akan menjadi jalan akses utama ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dan Pelabuhan Hub Internasional Bitung yang akan dibangun.
PT Jasamarga Manado-Bitung menargetkan operasional Jalan Tol Manado-Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) dapat dimulai akhir tahun 2021 yang dimundur dari Agustus 2021.
Satu-satunya gerbang tol yang sementara dikebut penyelesaiannya yaitu pemasangan peralatan gerbang tol Bitung yang ada di seksi II B (Danowudu-Bitung) sepanjang 13,5 kilometer.
4. Bandara Yogyakarta
Bandara Internasional Yogyakarta terletak di Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bandara ini menggantikan Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta yang sudah tidak mampu lagi menampung kapasitas penumpang dan pesawat.
Bandar udara ini berdiri di tanah seluas 600 hektare dengan investasi Rp9 triliun. Bandara ini akan memiliki terminal seluas 210.000 meter persegi dengan kapasitas 20 juta penumpang.
Selain itu, bandar udara ini diperkirakan bakal memiliki hanggar seluas 371.125 meter persegi yang direncanakan bakal sanggup menampung hingga sebanyak 28 unit pesawat termasuk pesawat seperti B777, B747, dan A380.
Bandara ini juga dilengkapi dengan jalur kereta api sebagai jalur transportasi yang mengangkut penumpang dari dan menuju Kota Yogyakarta.
Namun karena letaknya yang sekitar 42 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, bandara ini sulit dijangkau. Penerbangannya pun sepi.
Belum lama ini, PT Angkasa Pura I meminta keringanan pembayaran pajak bumi dan bangunan kepada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo karena jumlah penumpang yang melalui bandara tersebut sudah sepi.
Selama 2020, Bandara Yogyakarta hanya melayani 996.000 orang atau 2.700 orang per hari. Sepanjang pandemi ini, penumpang terus menurun sementara beban operasional cenderung naik.
5. Pelabuhan Patimban
Pelabuhan Patimban adalah megaproyek Jokowi di bidang kelautan. Proyek ini dikerjakan menggunakan skema KPBU dengan anggaran mencapai Rp43,22 triliun.
Terletak di Subang, Jawa Barat, pelabuhan relatif dekat dengan Bandara Kertajati.
Pembangunan pelabuhan dengan terminal kontainer dan perkiraan kapasitas sebesar 7,5 juta twenty fot equivalent unit peti kemas dan 250.000 unit kendaraan setiap tahunnya.
Pembangunan pelabuhan ini merupakan strategi Pemerintah untuk mengurangi kelebihan kapasitas di Pelabuhan Tanjung Priok. Pembangunan Pelabuhan Patimban ini diharapkan juga dapat sebagai stimulator pengembangan wilayah di daerah Subang.
Fase pertama proyek ini selesai pada tahun 2019 dan diresmikan Presiden Jokowi pada 2020 lalu. Adapun fase 1 mencakup pembangunan dermaga terminal kendaraan sepanjang 300 meter dan terminal peti kemas dengan dimensi 420x35 meter.
Dalam fase pertama, dikerjakan juga breakwater, seawall, revetment, backup area, jalan akses dan jembatan penghubung ke terminal dengan anggaran Rp17,2 triliun yang Rp14,2 triliun di antaranya merupakan pinjaman dari Jepang.
Pelabuhan Patimban melayani angkutan LDF (Long Distance Ferry) kapal roll on - roll off atau RORO yang dikelola PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Rute penyeberangan yang dilakukan ke Pelabuhan Panjang di Lampung dan Pontianak.
Setelah fase pertama, pemerintah melanjutkan pembangunan Pelabuhan Patimban yang meliputi pembangunan terminal peti kemas sampai dengan kapasitas 3,75 juta TEUs dan terminal kendaraan dengan kapasitas total sampai dengan 600.000 CBUs. Rencana pembangunan berlangsung hingga 2026.
Kemudian, melakukan pengerjaan jembatan penghubung yang masuk dalam paket 3 saat ini progresnya mencapai 69,2%. Ditargetkan pengerjaan selesai pada akhir tahun ini.
Selanjutnya, untuk paket 4-6 semua ditargetkan selesai paling lambat tahun 2023.
Meski demikian, dari pembangunan saat ini terlihat bahwa kerukan alur pelayaran masih sangat dangkal sehingga tidak bisa menampung kapal-kapal besar sehingga yang beroperasi saat ini adalah kapal roro.
Selain itu, akses jalan menuju pelabuhan juga belum ada sehingga menghambat aliran masuk kendaraan dan penumpang.
6. Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dikerjakan oleh PT Konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang terdiri dari dua konsorsium.
Konsorsium Indonesia membentuk perusahan patungan bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan saham 60%. Sementara, konsorsium Cina dipimpin oleh Beijing Yawan HRS Co. Ltd dengan saham 40%.
Konsorsium Indonesia ada empat BUMN, yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero); PT Wijaya Karya (Persero) Tbk; PT Jasa Marga (Persero) Tbk; dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Nilai awal proyek memakan biaya US$6,07 miliar (Rp86,19 triliun). Namun kini sudah membengkak menjadi sekitar US$8 miliar atau sekitar Rp113,73 triliun.
Estimasi pembengkakan anggaran mencapai US$1,9 miliar atau setara Rp27,01 triliun (asumsi kurs Rp14.217 per dolar AS).
Pembengkakan terjadi karena biaya tak terduga dalam proyek ini muncul karena ada beberapa hal yang ditemukan saat pembangunan berlangsung.
Di antaranya saat proses pengadaan lahan, pengerjaan relokasi fasos dan fasum, pekerjaan variation order, financing cost, dan pekerjaan lain yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan proyek.
Awalnya, investasi proyek ini 75% bersumber dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan 25% merupakan ekuitas konsorsium BUMN Indonesia. Nilai pinjaman ke CDB sekitar US$4,5 miliar setara Rp64,72 triliun.
Dari 25% ekuitas 4 BUMN, 60% berasal dari konsorsium Indonesia selaku pemegang saham mayoritas. Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia sekitar 15% dari proyek.
Sisanya yang sebesar 85% dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, tanpa adanya jaminan dari pemerintah Indonesia.
Proyek kereta cepat ini dinilai mangkrak karena ada beberapa faktor, salah satunya karena sepinya penumpang. Pasalnya jalur kereta cepat berubah dimana tujuan akhir sampai di Padalarang. Untuk sampai ke Bandung, penumpang harus naik bus selama 20 menit.
Agar tidak rugi, Agus mengatakan pembangunan proyek kereta cepat ini membutuhkan gelontoran APBN hingga Rp10 triliun per tahun. Anggaran itu untuk memastikan kereta cepat tetap terawat meski tidak melayani penumpang atau sepi.
7. LRT Jabodebek
Sesuai namanya, light rail transit (LRT) Jabodebek melayani daerah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi di Jakarta dan Jawa Barat.
LRT ini memiliki tiga lintasan pelayanan dengan 18 fase dan 51 rencana. Rencananya akan beroperasi pada Agustus 2022, atau tertunda setahun dari target awal tahun ini.
Sebelum beroperasi massal, dalam sebuah uji coba layanan baru-baru ini, LRT Jabodebek justru mengalami kecelakaan.
Meski tidak memiliki penumpang, tetapi satu masinis yang berada di salah satu kereta mengalami luka ringan.
LRT Jabodebek dibangun sejak 2015 pada pemerintahan Jokowi. Dikerjakan oleh empat BUMN yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Len Industri (Persero), PT INKA (Persero), dan PT KAI (Persero) dengan anggaran senilai Rp23,3 triliun termasuk pajak.
Proyek LRT Jabodebek memiliki panjang 44 kilometer. Saat ini, pembangunan prasarana, proyek LRT rute Cawang-Cibubur, Cawang-Dukuh Atas, dan Cawang-Bekasi telah mencapai 87,6% per 18 Oktober.
Agus mengatakan bahwa beberapa kereta LRT memang selama ini 'berjemur' atau terparkir begitu saja di atas rel setelah didatangkan.
Kereta-kereta tersebut berpotensi mengalami kerusakan sebagaimana terjadi dengan dua kereta dalam uji coba baru-baru ini.
8. Smelter Freeport
Pembangunan smelter atau pemurnian tembaga diJava Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik menelan investasi sekitar US$3,5 miliar setara Rp42 triliun.
Pembangunan pabrik peleburan dan pemurnian alias smelter Freeport ini merupakan bagian dari komitmen PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk melakukan hilirisasi industri mineral dalam negeri.
Komitmen itu tertuang dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI yang menjadi bagian dari izin keberlanjutan operasi PTFI hingga 2041 ketika pemerintah menyerap divestasi saham PTFI pada 2018.
Dalam membangun smelter, PTFI menggandeng PT Chiyoda International Indonesia untuk melakukan pekerjaan Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) pada tahap konstruksi. Kedua perusahaan menandatangani Kontrak Kerja Sama EPC pada15 Juli 2021 lalu.
Sejak 2018, PTFI telah mengerjakan sejumlah tahapan pengerjaan seperti Front-End Engineering Design (FEED), reklamasi dan penguatan lahan, serta rekayasa detail. Kemajuan pembangunan smelter Gresik telah mencapai 8% hingga tahun ini.
Tahap awal pengerjaan proyek yang dibangun di atas lahan seluas 100 Ha ini sudah menghabiskan anggaran sebesar US$450 juta setara Rp6,3 triliun.
Pembangunan ditargetkan akan selesai dalam jangka waktu lima tahun, diundur 4-5 bulan dari target awal karena digebuk pandemi. Rencananya, konstruksi smelter selesai pada 2026, atau dua tahun setelah Jokowi lengser.
Adapun smelter Freeport di JIIPE Gresik memiliki kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat per tahun. Produk hasil smelter ini mencakup 480.000 logam tembaga dan 600.000 ton katoda tembaga.
Estimasi pendapatan tembaga dari smelter Gresik mencapai Rp76 triliun dua kali lipat dari nilai investasi sebesar US$3,5 miliar.
Selain tembaga dan turunannya, smelter ini juga akan memurnikan emas. Smelter Freeport diperkirakan akan menghasilkan 35 ton emas per tahun yang nilai transaksinya mencapai Rp30 triliun.
Kendati demikian, ada potensi kerugian yang bisa diderita penambang Grasberg tersebut jika tidak memiliki industri hilir yang bisa menampung bahan baku tembaga.
Ada industri hilir yang menggunakan bahan baku tembaga seperti industri otomotif, industri elektronik, kabel, pabrik AC, konstruksi instalasi listrik hingga kendaraan listrik.
Potensi kerugian akibat tidak adanya industri hilir bisanya mencapai Rp300 triliun. Agar tetap sehat pemerintah wajib menyunyik dana Rp5 triliun sampai Rp10 triliun per tahun.
Suntikan diberikan untuk memastikan pabrik smelter tetap terjalan berjalan meski produknya tidak terserap optimal.*
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 03 Nov 2021