Setiap tanggal 23 April masyarakat di seluruh dunia memperingati hari buku dan hak cipta sedunia, Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar Berharap Minat Baca Ditingkatkan Untuk Wujudkan Kesejahteraan Masyarakat. Pasalnya, minat baca bergaris lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Dari literasi yang tinggi, Ia yakin produktivitas negara juga meningkat. Di sinilah pentingnya refleksi meningkatkan literasi bangsa dalam memperingati hari buku sedunia yang ditetapkan UNESCO setiap 23 April.
Ia mengungkapkan, literasi Indonesia berdasarkan data UNESCO, berada di urutan kedua dari bawah. Minat baca bangsa Indonesia saat ini sangat rendah. Apalagi, pandemi COVID-19 terus menggerus minat baca.
“Literasi yang rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas negara, yaitu jumlah output yang dihasilkan negara tersebut dalam suatu periode,” kata Muhaimin, seperti dilansir dari dpr.go.id Jumat (23/4/2021).
Produktivitas yang rendah menurutnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan yang ditandai oleh rendahnya pendapatan per kapita, yaitu tingkat pendapatan semua orang di sebuah negara jika terdistribusi secara merata.
Karenanya, minat baca harus ditingkatkan untuk mewujudkan kesejahteraan. Diakuinya, pandemi ini, memang mengganggu kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya menurunkan pula minat baca.
Data UNESCO menyebutkan, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.
“Minimnya minat baca merupakan masalah mendasar yang memiliki dampak sangat luas bagi kemajuan bangsa Indonesia. Selain itu, rendahnya minat baca telah menyebabkan meningkatnya hoaks dan disinformasi. Sebab, masyarakat pembaca yang terampil mampu membaca, memahami, mengevaluasi, dan menyaring informasi,” papar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini,
Lebih lanjut ia menyampaikan rendahnya minat baca akan memengaruhi daya saing. Padahal, 62 persen ratio penduduk Indonesia adalah angkatan kerja produktif. Survei Progamme for International Student Assessment (PISA) pada 2015 misalnya, memosisikan Indonesia berada di urutan ke-64 dari 72 negara. Selama kurun waktu 2012-2015, skor PISA untuk membaca hanya naik 1 poin dari 396 menjadi 397.
Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa kemampuan memahami dan keterampilan menggunakan bahan-bahan bacaan, khususnya teks dokumen, pada anak-anak Indonesia usia 9-14 tahun berada di peringkat sepuluh terbawah.
“Rendahnya minat baca juga akan menyebabakan kemampuan inovasi kita rendah. Padahal, inovasi adalah kunci kemajuan bangsa. Bahkan, demokrasi hanya akan berkembang di suatu masyarakat yang warganya adalah pembaca” ujar Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu mengutip pendapat Daud Yoesoef.
Kampanye peningkatan minat baca harus digerakkan secara masif, tidak saja oleh pemerintah tapi juga komunitas dan LSM (lembaga swadaya masyarakat).
Gerakan Literasi Nasional, Gerakan Literasi Sekolah, komunitas pembaca, dan berbagai gerakan untuk meningkatkan minat baca, harus terus digelorakan. Segala inisisasi yang dapat mendorong aktifnya gerakan literasi baik di sekolah maupun di masyarakat harus didukung dan dikuatkan.