Waspadai Gejala Lanjutan COVID-19 Setelah Isolasi

Sabtu, 10 Juli 2021 13:43 WIB

Penulis:Rahmat Deny

Editor:SP

Isoman.jpg
Ilustrasi: Isolasi mandiri karena COVID 19 undefined

Waktu 14 hari menjadi salah satu standar isolasi bagi pasien COVID-19. Apabila dalam kurun waktu tersebut bisa dinyatakan sembuh jika tidak memiliki gejala.  Namun yang penting diperhatikan adalah gejala lanjutan yang timbul dikemudian hari.

 

Praktisi klinik, edukator pengamat kesehatan dan relawan COVID-19 dr. Muhamad Fajri Adda’i mengatakan pada beberapa kejadian terdapat gejala tambahan usai pasien menjalani karantina 14 hari. Gejala seperti ini harus benar-benar diperhatikan untuk penanganan lebih lanjut.

 

“Kejadian seperti ada banyak faktor, apa dia stres atau punya penyakit bawaan yang memperburuk keadaan,” ujar Fajri Seperti dilansir dari Trenasia.com Sabtu (10/7/2021).

 

Kasus yang terjadi pada Raditya Oloan yang merupakan suami Joanna Alexandra merupakan salah satu contohnya. Melalui tes usap, Raditya dinyatakan sudah negatif virus corona namun ada gejala perburukan pascaisolasi.

 

Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu yang paling berpengaruh adalah penyakit bawaan. Penting untuk menyadari gejala-gejala yang dialami oleh pasien.

 

“Di minggu kedua yang takutin adalah badai sitokinnya, bisa jadi virusnya emang udah berkurang tapi ada peradangan di sistem imun itu yang bikin perburukan, yang bikin meninggal,” kata Fajri dikutip dari Antara  .

 

“Imun sistem mungkin bisa membersihkan virus di tubuh Anda, tapi organ Anda ikut rusak,” imbuhnya.

 

Akan tetapi, ada juga kasus pasien COVID-19 yang hasil tes usapnya tetap positif meski sudah 30 hari tanpa gejala. Menurut dr. Fajri, hal tersebut kemungkinan adalah sisa-sisa dari bangke virus.

 

“Harus dicek dulu nih, ada gejala enggak, kalau ada gejala bisa-bisa itu kasus tambahan. Dalam kejadian kayak gitu harus ditelusuri dulu, kalau hanya sisa-sisa bangke virus enggak jadi masalah tapi harus betul-betul clear karena dapat menimbulkan kesalahpahaman,” katanya.

 

Fajri mengatakan 90 persen pasien COVID-19 bisa sembuh sendiri oleh sistem imun. Obat-obatan yang diberikan oleh dokter bukanlah sebagai penguat imun namun untuk mengatasi peradangan yang ditimbulkan oleh virus corona.

 

“Steroid sama Tocilizumab itu kan emang antiperadangan bukan mengusir virus. Ketika peradangan meningkat, dikasih obat antiperadangan yang mana terbukti untuk menurunkan angka kematian pada orang yang sakit berat atau kritis. Itu terbukti,” ujar Fajri.