Darah Muda Menjaga Reog Tetap Menari di Bumi Pacitan
Reog aslinya berasal dari Ponorogo, tetapi kesenian ini juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Pacitan. Di bumi seribu satu goa ini, reog juga terus menari dengan indahnya.

AZ
Author


Halopacitan, Pacitan— Festival Reog Singo Pandowo II 2018 yang digelar Sabtu (11/08/2018) di Stadion Citra Mandiri Arjosari menunjukkan bahwa seni tradisi berlatar belakang kisah kepahlawanan ini masih begitu kuat. Sebanyak enam tim ikut berkompetisi menjadi yang terbaik.
Dibanding tahun lalu, peserta festival ini memang turun. "Tahun 2017 lalu ada 14 peserta dan tahun 2018 ini hanya enam peserta yang mengikuti, karena banyak kegiatan dimasing-masing Kecamatan yang bertepatan dengan HUT RI ke 73, sehingga banyak yang tidak mengikuti festival ini," ujar Budi Santoso, Ketua Panitia festival.
Menurutnya, seni budaya reog Ponorogo ini sebagai wadah seniman reog yang ada di Pacitan hingga bisa terus bertahan dan berkembang. "Karena penggemar reog di Pacitan ini cukup banyak, dan festival ini juga menjadi wadah bagi seniman reog di Pacitan," imbuhnya
Yang cukup menggembirakan, pemain yang tampil hampir seluruhnya masih muda. Hal ini menjadi gambaran cerah bahwa Reog masih akan terus bertahan meski di tengah gempuran budaya asing yang terus terjadi.
Wahyu Trisno Pribadi, salah satu anggota Grup Reog Sardulo Krido dari Dusun Jambu Desa Jeruk Kecamatan Bandar yang menjadi Juara I festival ini mengatakan, walaupun bukan asli dari Pacitan, Reog dari Ponorogo ini sangat digemari dan cukup berkembang di Pacitan.
"Kita juga tetap bangga dengan kesenian reog Ponorogo, dan kita juga kenalkan kepada generasi muda supaya mereka juga tahu seni budaya dari daerah lain," katanya
Wahyu jumlah anggota Grup Reog Sardulo Krido juga cukup banyak yakni sekitar 150 orang dengan sekitar 40 di antaranya adalah anak-anak da 100 lebih pemuda. Secara rutin mereka melakukan rutin dua kali seminggu yakni Minggu dan Rabu,
"Khusus untuk festival reog ini latihannya hampir setiap hari, sore untuk anak-anak dan malamnya yang dewasa," imbuhnya
Mereka rela mengucurkan dana yang tidak sedikit untuk ikut tampil dalam festival terutama untuk peralatan, kostum, juga untuk akomodasi.
"Lebih dari Rp30, karena ada dua grup yang kita bina anak-anak dan juga dewasa. Kita sangat berharap tahun depan grup reog lainnya bisa tampil pada festival ini agar lebih semarak lagi dan lebih semangat lagi," katanya.
Hasil lengkap dari festival ini Juara I diraih Sardulo Krido yang berhak dengan hadiah Rp2,5 juta. Sementara Juara II dan III masing-masing Singo Mudo Baskoro dan Singo Krido Budoyo yang mendapatkan hadah Rp2 juta dan Rp1,5 juta. Sedangkan untuk juara Harapan I dan II diraih Sardulo Mudo dan dan Singo Pandowo yang masing-masing mendapatkan Rp1 juta.
Dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, hadiah yang didapat memang tidak sebanding. Tetapi bagi pecinta seni, uang bukan hal yang utama. Bagaimana menjadikan Reog tetap menari dengan gagahnya di Pacitan, adalah hal paling penting yang ingin mereka capai. (Sigit Dedy Wijaya).