Hore, ITS Kembangkan I-nose, Alat deteksi Virus Corona Melalui Bau Keringat Ketiak (Axillary Sweat Odor)

SP - Senin, 25 Januari 2021 22:48 WIB
Inose c-19, alat deteksi COVID-19 Ciptaan ITS undefined

Menghadapi pandemi COVID-19 diperlukan peran serta aktif semua pihak termasuk dunia pendidikan, para ilmuwan selain berlomba-lomba membuat vaksin tidak kalah pentingnya adalah alat pendeteksi dini virus corona sebagai bagian dari pencegahan.

Dimulai dari UGM yang berhasil mengembangkan GeNose 19 sebagai alat deteksi dini virus corona dengan hembusan, Seperti dilansir dari Halojatim.com Rabu (20/1/2021) guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno, MSc. PhD. mengatakan telah berhasil mengembangkan inovasi alat pendeteksi COVID-19 melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor).

Alat deteksi virus corona I-nose c-19 yang dikembangkan ITS ini juga berhasil mendapat dukungan untuk pengembangan sampai lolos uji edar saat dipresentasikan di hadapan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Prof. Bambang Brodjonegoro di Ruang Rapat Inovasi Lt24 Gedung BJ Habibie Jakarta, Selasa (19/1/2021) lalu.

Pada presentasi tersebut Prof. Drs. Ec. Ir. Riyanarto Sarno, MSc. PhD., yang akrab disapa Ryan juga didampingi oleh Wakil Rektor IV ITS Bambang Pramujati, S.T., MSc.Eng., PhD, Ketua Majelis Wali Amanat ITS Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh DEA, dan sejumlah tim pengembang dari ITS yang terlibat. Selain itu, dari pihak Kemenristek/BRIN turut hadir juga beberapa pejabat tingginya.

Menurut Ryan, i-nose c-19 yang dikembangkannya saat ini masih pada tahap uji profil. Selanjutnya diperlukan banyak sampel pengujian dan beberapa tahap untuk nantinya dipasarkan ke masyarakat luas.

Percepatan pengembangan alat tersebut sangat penting lantaran alat pengujian COVID-19 yang cepat dan murah sangat dibutuhkan supaya pandemi COVID-19 ini dapat terkontrol.

Sampai sekarang, sudah ada enam i-nose c-19 yang berhasil diproduksi. Namun diperlukan sekitar 10 - 20 alat untuk kebutuhan pengujian sampel yang lebih banyak ke depannya.

”Alhamdulillah dari kementerian (Kemenristek/BRIN, red) mendukung dalam pembuatan alat baru dan operasionalnya nanti,” ungkap Ryan yang juga guru besar Departemen Teknik Informatika ITS.

Sementera itu, Ryan mengatakan bahwa salah satu kendala yang hadapi saat ini adalah ketersediaan komponen dari alat tersebut yang biasanya tersedia di Indonesia, tapi saat ini sedang tidak ada. “Sehingga harus impor dari negara lain yang membutuhkan waktu lebih lama,” tuturnya saat dihubungi melalui pesan daring.

Seperti dituturan Ryan cara kerja i-nose c-19 adalah dengan memanfaatkan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk memproses sampel dari bau keringat ketiak.

“Bau keringat akan diubah menjadi sinyal listrik yang kemudian diklasifikasikan menggunakan AI,” terang Ryan.

Selanjunya Ryan menyampaikan bahwa adanya fitur near-field communication (NFC) memudahkan pengisian data yang cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat COVID-19.

Penggunaan cloud computing sebagai penyimpan data juga mendukung i-nose c-19 agar dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium. Setelah memasukkan nomor telepon seluler (ponsel), sertifikat elektronik yang menyatakan hasil tes positif atau negatif dari yang bersangkutan akan segera dikirimkan melalui pesan daring.

Sehingga jika dihitung dari awal pemeriksaan, Ryan menyatakan kurang lebih membutuhkan waktu 3,5 menit sampai hasil sudah keluar. Dia berharap semoga i-nose c-19 ini dapat segera dikomersialkan dalam waktu maksimal tiga bulan ke depan.

“Melihat semakin meningkatnya penyebaran virus corona ini, dunia tentunya sangat membutuhkan banyak teknologi screening yang mudah dan cepat untuk diimplementasikan,” jelasnya.

Bagikan

RELATED NEWS