Mendikbud: Perkuliahan dan Sekolah Boleh Tatap Muka Mulai Semester Genap 2021

SP - Sabtu, 21 November 2020 12:19 WIB
Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim undefined

Melalui pertemuan virtual bertajuk Pengumuman Penyelenggaraan Pembelajaran Semester Genap TA 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19, melalui akun YouTube Kemendikbud RI, Nadiem memberikan penjelasan bahwa sekolah dan Perguruan Tinggi boleh melakukan tatap muka di semester berikutnya (genap 2021).

“Perguruan tinggi juga akan ada perlakuan pembolehan perkuliahan tatap muka. Protokol kesehatan dan daftar perincian dan lain-lainnya itu akan ditetapkan selanjutnya dalam waktu dekat oleh Dirjen Pendidikan Tinggi,” jelasnya.

Nadiem memastikan bahwa aturan pelaksanaan untuk pembelajaran tatap muka akan terjadi di semester berikutnya. “Jadi, bagi teman-teman mahasiswa dan dosen jangan cemas bahwa ini bukan hanya untuk sekolah dasar, tetapi juga buat perguruan tinggi, tetapi detail protokol kesehatannya dan daftar kesiapannya itu nanti akan diatur oleh Ditjen Dikti,” ungkap Nadiem.

Kebijakan ini diambil sebagai upaya atasi dampak negatif PJJ. Pasalnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama tiga Menteri lainnya, yaitu Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia telah menyusun keputusan bersama untuk memperbolehkan pembelajaran sekolah secara tatap muka bagi pendidikan satuan sekolah. Tujuannya untuk menjawab kebutuhan sekolah yang sulit melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena koneksi internet, geografis, ekonomi, dan lain-lain.

Upaya ini juga dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif pembelajaran jarak jauh (PJJ). Toga dampak negative PJJ menurut Nadiem, yaitu, pertama, ancaman putus sekolah. Anak terancam putus sekolah karena ‘terpaksa’ bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi COVID-19. Selain itu, banyak orangtua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar saat PJJ.

Kedua, kendala tumbuh kembang. Perbedaan dalam mendapatkan akses dan kualitas pembelajaran saat PJJ membuat anak memiliki kesenjangan dalam capaian belajar, terutama yang memiliki latar belakang sosial ekonomi berbeda. Keikutsertaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mengalami penurunan sehingga anak kehilangan tumbuh kembang yang optimal pada usia emas. Terdapat risiko hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan, baik dalam segi kognitif maupun perkembangan karakter.

Ketiga, tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga. Minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan luar serta tekanan akibat sulitnya PJJ dapat membuat anak mengalami stress. Tanpa pergi ke sekolah, banyak anak yang juga terjebak dalam kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh guru. Maka dari itu, pemerintah memutuskan untuk memberikan pilihan untuk sekolah melakukan pembelajaran secara tatap muka dengan beberapa syarat dan memenuhi protokol kesehatan secara ketat.


Bagikan

RELATED NEWS