Mengungkap Empat Filosofi di Masjid Peninggalan Pendiri Mataram Islam

Amirudin Zuhri - Selasa, 12 April 2022 19:07 WIB
Masjid Gedhe Mataram Kotagede

YOGYAKARTA - Yogyakarta harus diakui menjadi kota yang penuh dengan sejarah dan kebudayaan. Salah satu sejarah yang berkembang dan diyakini oleh masyarakat hingga saat ini ialah berdirinya masjid tertua yang menjadi komplek keraton atau Istana Mataram Islam pertama di Yogyakarta.

Masjid tersebut dikenal dengan nama Masjid Gedhe Mataram Kotagede yang dibangun pada tahun 1587 oleh raja pertama Mataram Islam, Panembahan Senopati.

Dalam prosesnya pembangunan masjid ini banyak dibantu oleh etnis Hindu yang ikut bersama Ki Ageng Pemanahan (ayahanda Panembahan Senopati) saat perjalanannya hijrah dari Pajang ke Mataram.

Hal tersebut pula lah yang menjadi salah satu ciri khas Masjid Gedhe Mataram Kotagede, di mana pintu masuk masjid yang berbentuk pura. Konsep tersebut merupakan anjuran Sunan Kalijaga dan masih dipertahankan hingga saat ini.

Sebelum memasuki area kompleks masjid pengunjung akan melihat bangunan unik yaitu sebuah gapura yang bernama Gapura Paduraksa.

Pembangunan Gapura ini menggambarkan rasa di dalam hati dimana terdapat keimanan kepada sang pencipta dan yang diciptakan.

Dikutip dari beberapa sumber, Koordinator Urusan Rumah Tangga Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Warisman mengungkapkan bahwa terdapat filosofi pada saat membangun masjid ini yaitu, filosofi Catur Tunggal. Filosofi ini merupakan wujud dari empat kesatuan yakni, keraton, masjid, alun-alun, dan pasar.
Seiring berjalannya waktu, masjid Gedhe Mataram juga mengalami perkembangan.

Bangunan yang awalnya sederhana mulai ditambah dengan serambi dan halaman masjid. Perkembangan ini dimulai pada era Sultan Agung atau medio 1611. Hal yang menarik lainnya dari masjid ini ialah terdapat bedug yang usianya hampir setara dengan usia masjid.

Bedug tersebut didapatkan Sunan Kalijaga saat mengembara melewati Kulonprogo. Saat itu Sunan Kalijaga menemukan pohon besar yang diketahui merupakan milik Kyai Pringgit atau dikenal sebagai Nyai Brintik.

Pada bangunan utama masjid ini sendiri terdiri dari bangunan serambi dan emper. Bangunan utama di sebut Liwan. Liwan dan serambi dipisahkan oleh 5 pintu. Bangunan atap serambi menggunakan atap limasan. Bentuk atap yang digunakan merupakan atap berundak. Atap berundak sendiri pada dasarnya adalah atap yang sering dan banyak digunakan pada bangunan bangunan Hindu. Emper adalah bangunan lanjutan dari serambi.

Hingga saat ini, Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini masih ramai dikunjungi masyarakat maupun wisatawan yang ingin beribadah atau melakukan wisata religi.

Lokasinya yang berada sekitar 7 km arah tenggara dari pusat kota ini dapat diakses dengan kendaraan seperti, motor, sepeda, ataupun mobil.

Mengingat banyaknya lalu lalang warga yang berada disekitar masjid sehingga tidak dianjurkan untuk masuk menggunakan bus.

Selain akses jalan yang cukup sempit juga dapat membahayakan orang lain. (Mg-01)

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Ties pada 12 Apr 2022

Bagikan

RELATED NEWS